Oleh: Yusri Usman
SERUJI.CO.ID – Luar biasa langkah berani yang seolah-olah inovatif dan strategis yang dilakukan Direktur Utama Pertamina tuan Elia Masa Manik dalam menghadapi tekanan arus kas Pertamina yang terus tergerus labanya. Hingga kuartal III 2017 ini laba Pertamina tinggal hanya US$ 1,99 miliar atau Rp 26,8 triliun (kurs Rp 13.500/US$), turun 27% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, US$ 2,83 miliar.
Tentu kata tuan Elia Masa Manik berasalan, penurunan ini akibat penugasan menyalurkan BBM satu harga dan tidak dibolehkan menaikkan harga jual Premiun Ron 88 dan Solar subsidi sampai akhir tahun 2017 oleh Pemerintah.
Ketika Pertamina dipimpin oleh jajaran Direksi lama yang disupiri Dwi Sucipto mensiasati kondisi tersebut, ia melakukan langkah-langkah efisiensi dan gebrakan inovatifnya yang terkenal, yaitu mengeluarkan varian produk BBM jenis Pertalite dan Dexlite. Kebijakan inovatif Dwi Sucipto tersebut mampi mensiasati tekanan harga jual Premium Ron 88 dan Solar.
Namun, langkah inovatif dan strategis yang dilakukan sekarang oleh tuan Elia Masa Manik ternyata “lebih canggih”. Yaitu dengan menggelontorkan dana segar sebesar Rp 1,4 triliun pada bulan juli 2017 kepada anak perusahaan Pertamina, PT Patra Jasa, yang tersohor di publik sebagai perusahaan yang mengelola hotel berparas tua diberbagai daerah, dan rajin memelihara aset tanah tidur daripada memanfaatkannya.
Ketika kocek tebal sudah digenggam PT Patra Jasa, yang dikendalikan tuan Haryo Yunianto dan diawasi tuan Dwi Daryoto sebagai Komisaris Utamanya, ternyata uang tersebut tidak digunakan untuk merenovasi hotel-hotel yang sudah tua tersebut, yang sudah kurang layak dan tidak mampu bersaing dengan hotel lainnya. Juga uang tersebut tidak digunakan untuk mengelola aset aset tanah kosong di lokasi strategis yang bernilai ekonomi tinggi agar produktif.