MENU

Berlebaran dan Sindroma Kantong Plastik

SERUJI.CO.ID – Sore hari, lebaran tahun kemaren, beberapa pasien menghubungi saya melalui telpon, bahkan juga ada pasien yang langsung ke rumah. Mereka terpaksa datang, walaupun itu hari libur lebaran, karena rasa tidak enak dengan perutnya. Ada yang merasa perut kembung, mual, perih, menyesak, dada panas dan sebagainya.

Waktu saya tanya, “apa kira-kira penyebab timbulnya keluhan itu?”

Pasien menjawab, “Kemungkinan ada hubungannya dengan perilaku makan saya sebelumnya dokter. Dari pagi saya boleh dikatakan tidak berhenti makan, mulai dari pagi hari sebelum shalat Id, saya sudah makan, makanan ringan yang dibuatkan istri saya, saya cicipi semua. Setelah shalat Id, bemacam panganan yang dibawa oleh jamaah di Mesjid saya makan. Sampai di rumah saya makan ketupat lebaran, tapei hitam dan nasi pulut, makanan kesukaan saya itu masuk juga keperut saya. Minuman kaleng, kebetulan dapat parsel dari kantor, beberapa diantaranya saya minum. Bermacam kue lebaran yang ada di rumah juga saya coba satu persatu. Kemudian dokter, setelah makan siang, kami berlebaran keliling ke rumah tetangga dan saudara. Karena hanya sekali dalam satu tahun, rasanya juga tidak enak menolak,kalau ditawari makan, terpaksa saya makan beberapa kali siang sampai sore tadi. Saya yakin perut saya yang tidak enak ini berkaitan dengan perilaku makan saya itu dokter”.

Demikian kira-kira gambaran yang diceritakan oleh pasien tentang perilaku makannya di hari lebaran pertama.

Gambaran perilaku makan yang diceritakan oleh pasien di atas, walaupun tidak se-ekstrim itu, saya kira paling tidak dapat mencerminkan tingkah laku makan kita waktu merayakan lebaran secara keseluruhan, atau sebagian besar kita melakukan hal yang sama. Makan-minum berulang kali, ketupat masuk, opor ayam dilahap, nasi disantap, kue dinikmati satu persatu, minuman kaleng, syrup, teh manis juga tidak henti-hentinya diteguk.

Kita seperti punya prinsip, hanya sekali dalam setahun, kapan lagi, mumpung ada. Kita kadang-kadang lupa bahwa prinsip yang sama juga kita jalani waktu ada reservasi, teman yang traktir, undangan ulang tahun, pesta perkawinan, syukuran, halal bi halal, dan sebagainya.

Saya pikir ini aneh memang, selama satu bulan kita belajar menahan lapar, minum, mengendalikan dorongan dasariah kebutuhan biologis ini, sampai hari lebaran, pada saat kita diperbolehkan makan, minum siang hari, pelajaran, latihan itu seolah-olah tidak berbekas sama sekali. Kita kembali menjadi manusia yang rakus, tamak dengan makanan. Tidak melihat lagi mana yang boleh, mana yang tidak. Tidak peduli lagi mana yang baik, mana yang buruk, mana yang menyehatkan dan mana pula yang membuat kita malah sakit.

Melihat gejala ini, saya ingat istilah “Sindroma Kantong Plastik” yang pernah diajukan oleh seorang penulis. Suatu gelala, perilaku makan manusia yang menjadikan perutnya ibaratkan sebuah kantong plastik. Apapun dapat dimasukkan ke dalammya, bahkan, walaupun kantong itu sudah penuh, bila kita melihat masih ada sesuatu di luar, kita akan memaksanya untuk dimasukkan. Karena plastik itu sifatnya agak elastis, semua akan masuk juga.

Begitu juga perut anda, bila masih ada sesuatu yang ingin kita masukkan, perut tetap menerimanya. Tapi, kalau plastik dengan isi yang berlimpah, suatu saat dia bisa robek, perut walaupun tidak robek, dia akan mengirim sinyal kepada kita, seperti rasa penuh, mual, muntah, pedih, sendawa dan sebagainya. Sayang, sinyal-sinyal itu sering diabaikan, kita lebih mudah tergoda dengan aroma makanan yang di depan kita, apalagi bila kita punya prinsip, hanya sekali dalam satu tahun, kebetulan ada, lebih baik busuk di dalam daripada busuk di luar.

Tapi, sebaiknya juga kita sadari, bahwa perut adalah suatu mesin yang berfungsi mengolah, memproses semua makanan, minuman yang dimasukkan ke dalamnya. Ibaratkan mesin, seperti mesin mobil diesel kita, kemudian kita masukkan bahan bakar bensin misalnya, atau kita campur degan air, apa yang akan terjadi?

Mesin mobil kita akan mati, mobil kita akan mogok. Bila ini sering kita lakukan, mesin mobil anda barangkali harus diturunkan, diservis atau malah diganti yang baru.

Nah, sekarang, kita sering memperlakukan perut kita seperti itu, termasuk di saat lebaran…..”bagaimana perut kita tidak akan sakit?”…”Bagaimana mungkin perut kita dapat mempertahankan fungsinya, performanya dengan baik?”…..”Apakah kita punya cadangan perut sebagai pengganti, seperti mesin mobil kita?

Oleh karena itu, jadikanlah lebaran ini sebagai test case awal pengendalian dorongan nafsu makan kita, pilihlah makanan yang sehat dan berkualitas, makan lebih sedikit malah lebih menyehatkan.

Janganlah “sindroma kantong plastik” itu menjadi kebiasaan kita, kita tidak punya perut cadangan, dan itu pasti tidak baik untuk kesehatan kita………

Selamat Lebaran, Mohon Maaf Lahir& Bathin, semoga kita termasuk sebagian dari umat-Nya yang mampu mengendalikan diri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

spot_img

TERPOPULER