KARAKAS, SERUJI.CO.ID – Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada Kamis (22/3) memutuskan kebijakan penyederhanaan mata uang bolivar, dengan menghapus tiga angka nol, di tengah lonjakan inflasi dan kemelut ekonomi, yang melanda negaranya.
Penyederhanaan mata uang bolivar itu akan dimulai pada 4 Juni, kata pemimpin sosialis tersebut. Kebijakan itu tidak akan berdampak terhadap nilai mata uang yang sama.
Kebijakan Maduro itu adalah gambaran atas kejatuhan mata uang bolivar, yang nilainya anjlok 99,99 persen jika dibandingkan dengan dolar Amerika Serikat di pasar gelap sejak Maduro berkuasa pada April 2013.
Namun, Maduro (55) mengatakan bahwa penyederhanaan itu adalah langkah baik dengan tujuan melindungi Venezuela dari spekulan mata uang dan perang ekonomi oleh Amerika Serikat.
Sejumlah pengamat mengatakan bahwa redenominasi mata uang itu tidak akan berdampak apapun terhadap krisis ekonomi di Venezuela dan hanya akan menjadi senjata psikologis untuk membuat warga melupakan betapa besarnya hiperinflasi yang terjadi.
Meski kebijakan tersebut nampak sebagai revaluasi mata uang, para ekonom menilainya hanya sebagai redenominasi mengingat negara tersebut tidak mengubah nilai tukar mata uang mereka.
Warga Venezuela tidak diwajibkan untuk menyerahkan uang kas yang mereka punya, namun semua mata uang baru akan dicetak dalam denominasi yang baru.
Jutaan warga Venezuela kini harus bertahan di tengah kelangkaan bahan makanan dan obat-obatan akibat resesi ekonomi yang terjadi selama lima tahun terakhir. Menurut pengamat, krisis itu disebabkan oleh pemerintahan yang tidak kompeten dan besarnya angka korupsi. Namun Maduro membantahnya dan menuding negara-negara Barat sebagai penyebab krisis.
“Venezuela telah menjadi korban dari sebuah perang ekonomi yang brutal,” kata Maduro, yang pemerintahannya telah kini menjadi sasaran sanksi ekonomi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Kanada karena dinilai sering melanggar hak asasi manusia.