Perjalanan Lawe dan Ahmad kali ini bukan untuk pulang, namun berangkat menuju negeri yang menawarkan banyak ilmu pengetahuan. Mirip perjalanan para Daeng menuju Marege beberapa abad lalu demi teripang. Penerbangan malam hari selama 8 jam itu membuat penumpang lebih banyak tidur. Meskipun banyak fasilitas di dalam pesawat yang dibagikan oleh para pramugari, namun lebih banyak yang menjemput mimpi-mimpi yang dibagikan oleh para malaikat.
Di ketinggian 12.192 meter dari permukaan bumi pada kecepatan 863 kilometer per jam Lawe dan Ahmad menjamak sholat Magrib dan Isha’-nya. Sauna towel untuk membasuh muka diberikan satu-persatu pada para penumpang di pagi buta. Sholat subuh mereka tunaikan saat pesawat berada diantara Mount Isa dan Alice Spring pada koordinat 20:56 bujur selatan dan 136:38 bujur timur berdasar perkiraan waktu, karena di ketinggian pesawat Garuda semburat cahaya merah Matahari nampak lebih awal menyapa menjelang 15 menit menjelang pesawat landing.
“Kita akan segera mendarat di Sydney International Airport. Suhu di darat 12 derajat celsius, waktu setempat adalah 07:40 am. Pastikan sabuk pengaman anda terpasang dengan erat, tegakkan tempat duduk anda dan meja di depan anda telah dikunci”, terdengar pengumuman beberapa menit sebelum pesawat mendarat.
Sydney International Airport nampak sibuk pagi itu. Lorong kedatangan memberi impresi kuat akan kemodernannya dan dilengkapi dengan aneka petunjuk informatif serta berbagai brosur dan peta wisata bagi para wisatawan. Para backpacker berbagai kebangsaan dengan tas-tas ransel melebihi tinggi kepala mereka terlihat duduk-duduk di kursi atau selonjoran kaki di lantai luas yang memang disediakan oleh Bandara buat mereka. Para penumpang lainnya terlihat mengular antre di bagian Customs untuk melanjutkan ke tujuan domestik berikutnya, atau menuju exit arrival. Beberapa petugas Customs termasuk yang bertampang Aborigin dan Asia terlihat mengatur antrian serta mengecek dokumen para penumpang atau menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Para pemuda Nusantara itu harus transit di Terminal 1 Sydney International Airport, sebelum mereka berpisah di terminal 3 domestik. Lima orang mahasiswa menuju Brisbane, tiga turun di Sydney, sedangkan sembilan menuju ke Canberra. Perpisahan itu sangat berkesan, sebagai ujung sesungguhnya dari kursus bahasa inggris, tiga, enam atau sembilan bulan yang telah mereka alami bersama. Setelah menunggu dua jam untuk mengambil barang bawaan dan berjalan menuju boarding in, Lawe, dan kedelapan kawannya-pun masuk ke pesawat Qantas yang akan membawa mereka ke Canberra pukul 11:30.
Penerbangan pendek ke Canberra memerlukan waktu selama 50 menit dengan pesawat berbaling-baling yang terbang tak terlalu tinggi dari permukaan tanah. Dari atas pesawat berukuran kecil tersebut terlihatlah pemandangan rerumputan yang kering berwarna cokelat muda seperti jerami sawah sehabis dipanen. Tanah Australia terlihat berwarna merah kecokelatan dengan aneka pepohonan eucalyptus berwarna hijau pudar di akhir musim dingin itu. Sapi-sapi hitam, kuda-kuda cokelat atau domba-domba putih nampak berkerumun atau berlarian kesana-kemari di lahan-lahan peternakan yang membentang luas.
@@@
Roda pesawat yang membawa Lawe berdesit menyentuh landasan di Bandara Canberra dengan smooth, lalu flap ditegakkan melawan arus udara menyebabkan efek menekan seperti rem. Sejenak kemudian pesawat telah menggelinding diatas roda normalnya menawarkan pemandangan yang indah dari balik jendela kaca. Nampak bangunan mirip bumerang raksasa dengan lengan-lengan lorong robot Gar Barata siap menjemput para penumpang. Dinding-dinding kaca vertikal diselingi balok-balok baja mengkilat memberi kesan kokoh yang menjadi lorong tempat kedatangan (arrival). Gedung itu berarsitektur ekstra modern, namun tetap mengusung fungsionalitas. Café-café dan toko-toko aneka keperluan maupun souvenir berkelok-kelok berjajar di sepanjang ruang tunggu penumpang di sebelahnya.
Dua wanita bule setengah baya bernama Barbarra dan Sarah yang memperkenalkan diri dari ANU menyambut ramah para mahasiswa itu di ruang bagage claim. Ditanyai pekerjaan asalnya para mahasiswa baru itu lalu memperkenalkan diri satu-per satu sambil berjabat tangan Barbarra.
“Ladies and gentlement. Welcome to the Bush Capital, the place that more Kangaroo live in than human beings. But, I promise, You will be a member of civitas academica of the best campus in Australia, ANU”, sambil tersenyum hangat, Barbara membuka percakapan dan menjabat tangan para mahasiswa dari Nusantara.
“I am Al Fatih Ronggolawe from Nusantara Corruption Eradication Commission”.
“Wow, I do believe corruptors hate You, but, people of Nusantara love you so much.”, jawab Barbara sambil menjabat tangan Lawe.
“I am Ahmad Gassing from University of Nusantara”
“You are an academician also!”, jawab Sarah sambil menjabat tangan Ahmad.
“Dadang Suhendar, Ministry of National Development Planning”, seru Dadang sambil mengulurkan tangan.
Barbarra dan Sarah tersenyum menerima uluran tangan Dadang.
“Shinta Chaniago, from BPK, Nusantara’s Board of Audit”.
“Wow, You must be a Bean counter[1].”, jawab Sarah bercanda.
“Sulaeman Patipi from Ministry of Foreign Affairs”, sambil tersenyum Sulaeman memperkenalkan diri.
“Nice to meet you”, sapa Barbara sambil tersenyum lebar.
“I am Gusti Zulfansyah from Coordinating Ministry of the Economy”
“Nice to meet you”, sapa Sarah.
“Sadrah Hadikuncoro, NGO Pelangi Warna-Warni”
“Nice to meet you”, sapa Barbara.
“Irma Ayesha from Nusantara’s Capital Market Supervisory Agency”
“It’s great”
“Zahid Nasution, special staff of Parliament member”
“Ok, mate. Toadhall has been ready to accept you all. Lets, go here.!”, seru Barbara.
Mereka bergegas menarik koper-koper menuju fly over yang menghubungkan ruang kedatangan dan gedung tempat parkir multi-storey dimana taksi-taksi telah siap mengantar mereka menuju tempat penginapan mahasiswa. Semilir angin dingin Canberra di akhir musim panas itu menyapa Lawe dan kawan-kawannya saat mereka memasuki taksi masing-masing. Sesaat kemudian, taksi-taksi yang dikendarai orang-orang bertampang India itupun meluncur di jalanan Canberra yang mulus, melewati bukit tempat markas Australian Defence Force Academy yang ditandai oleh dua buah meriam di gerbang depan.
Di sepanjang jalan terlihat jalur khusus sepeda disediakan di sisi jalan, hampir di seluruh bagian kota. Sebuah electronic board di tikungan Coranderrk Street menjelang Civic Shoping Center menyindir pengendara mobil dengan tulisan “burn fat, not petrol”. Rambu tanda perlintasan untuk bebek dan kanguru terlihat pula di beberapa titik jalanan. Seekor kanguru mati tergeletak di pinggir jalan, mungkin tertabrak mobil malam sebelumnya. Memang, kota yang dijuluki Bush Capital ini terlihat sangat alami didominasi aneka tetumbuhan dengan ekosistem yang tertata dimana terdapat lebih banyak kanguru daripada penduduk kota.
[1] Bahasa Slang untuk seorang akuntan.