JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan kepundan Gunung Anak Krakatau yang kolaps menyebabkan tsunami Selat Sunda, yang melanda Banten dan Lampung. Kepastian ini diperoleh setelah BMKG dan sejumlah lembaga lain mengumpulkan data lebih lanjut dan menganalisanya usai tsunami.
“Kepundan Gunung Anak Krakatau yang kolaps menyebabkan longsor ke arah laut, dan akhirnya menimbulkan tsunami,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam jumpa pers di Kantor BMKG, Jakarta, Senin (24/12).
Dwikorita menegaskan tsunami Selat Sunda memang berkaitan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau. Ia mengatakan ada geteran tremor setara dengan gempa berkekuatan magnitudo 3,4. Tremor itu merupakan gempa vulkanik.
“Dari data yang kami peroleh berikutnya di situ tercatat ada tremor yang diklasifikan tremor itu adalah gempa vulkanik. Jadi kejadian tsunami ini erat kaitannya sebagai dampak lanjut tidak langsung dari erupsi Gunung Anak Krakatau,” ucapnya.
“Gempa vulkanik tadi ternyata itu yang memicu terjadinya kolaps atau longsoran, yang dianalisis setara dengan kekuatan dengan magnitudo 3,4,” lanjutnya.
Menurutnya, saat itu yang terjadi bukan cuma satu fenomena. Tsunami itu terjadi saat adanya gelombang tinggi akibat air pasang.
Baca juga:Â BNPB Ungkap Penyebab Tsunami Selat Sunda Tak Terdeteksi Sehingga Banyak Korban Jiwa
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan status Gunung Anak Krakatau pada Senin dini hari berada pada Waspada (Level II) dengan rekomendasi masyarakat dan wisatawan tidak diperbolehkan mendekat dalam radius dua kilometer dari kawah.
Selama periode pengamatan 23 Desember 2018, pukul 00.00 WIB sampai dengan 24.00 WIB, visual gunung terlihat jelas hingga kabut dengan skala 0-III. Gunung Anak Krakatau juga mengalami kegempaan tremor atau getaran terus dengan amplitudo 10-58, dominan 25 mm. (SU05)