Analisis Kebijakan Ekonomi: Faktor Pendukung dan Tantangan
Kebijakan Ekonomi Indonesia: Pemerintah dan BI terus menjaga stabilitas keuangan melalui intervensi valas dan kebijakan moneter akomodatif.
Pada 3 November, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan sistem keuangan tetap solid, dengan cadangan devisa BI di atas US$140 miliar untuk menahan gejolak global. Pertumbuhan ekonomi Q3 2025 mencapai 5,04% (yoy), didukung ekspor dan konsumsi domestik, meski perlambatan tipis akibat ketidakpastian perdagangan global.
Namun, transisi energi menghadapi kontradiksi: Presiden Prabowo Subianto berjanji peningkatan energi terbarukan, tapi Nationally Determined Contribution (NDC) baru hanya target 19–23% share oleh 2030, yang berpotensi menekan rupiah jika investor ragu akan komitmen hijau.
Kebijakan Ekonomi Global: Sentimen global positif didorong oleh data konsumen AS yang membaik, dengan indeks kepercayaan konsumen naik dan mendukung ekspektasi pemotongan suku bunga FED.
Namun, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan perlambatan China (ekspor turun 4,6% YoY) menambah tekanan pada mata uang emerging seperti IDR.
Rupiah rebound kuat minggu ini berkat kondisi domestik stabil, tapi rentan terhadap fluktuasi minyak dunia yang naik 2% akibat konflik regional.
Kebijakan FED: FED baru saja memangkas suku bunga federal funds rate sebesar 25 basis poin menjadi 3,75–4,00% pada pertemuan Oktober 2025, sesuai ekspektasi pasar.
Namun, rapat November menunjukkan perpecahan: Sekelompok hawkish mendorong pause pada Desember untuk lawan inflasi yang masih di atas 2%, sementara dovish mendukung pemangkasan lanjutan guna lindungi lapangan kerja.
Data inflasi AS yang “gelap” (dark data) membuat pasar bertaruh 70% kemungkinan potong lagi Desember, yang bisa melemahkan USD dan menguatkan IDR jangka pendek.
