MENU

5 Bulan Pascabencana Hak Belum Juga Dipenuhi, Korban Gempa Sulteng Tuntut Pemerintah

PALU, SERUJI.CO.ID – Ratusan korban gempa bumi Sulawesi Tengah yang berasal dari 127 shelter pengungsian di Palu, Donggala dan Sigi berkumpul di Lapangan Vatulemo Palu, yang berada di depan Kantor Wali Kota Palu, Senin (11/3).

Para korban gempa bumi, tsunami dan likuefaksi yang terjadi di Pasigala 5 bulan lalu tersebut, berkumpul untuk mengadakan kongres menuntut hak mereka sebagai korban pada pemerintah.

Ada lima poin tuntutan mereka pada pemerintah. Pertama, menolak mekanisme dana stimulan yang berbelit. Kedua, ganti rugi lahan dan menolak direlokasi. Ketiga, bayarkan segera santunan duka. Keempat, ganti rugi harta korban yang mengalami penjarahan. Kelima, menuntut pemerintah menalangi utang korban.

Negara Dinilai Tidak Hadir, Penanganan Pascabencana Tanpa Koordinasi dengan Korban

Sebuah Masjid dan bangunan yang rusak di Kota Palu pascagempa yang melanda Sulteng, Jumat (28/9/2018). (foto:Reuters)

Para korban bencana alam tersebut meminta agar negara hadir untuk bertanggung jawab terhadap korban di Sulteng. Mereka mendesak agar tuntutan tersebut harus disetujui oleh negara untuk pemulihan kedepan.

Mewakili korban bencana gempa dan likuefaksi Sigi, Imran Latjedi mengemukakan, pemerintah dalam melakukan penanganan pascabencana dan pemulihan tidak berkoordinasi serta berdialog dengan korban.

“Korban tidak pernah diajak berdialog dalam penanganan korban,” ujarnya.

Dialog Diperlukan Agar Penanangan Pascabencana Tepat Sasaran

Rumah penduduk dan bangunan lain yang rusak di Kota Palu pascagempa Sulteng, Jumat (28/9/2018). (foto:Reuters)

Padahal, menurut Imran, pemerintah perlu berdialog dengan korban, agar langkah penanganan dan pemulihan pascabencana tepat sasaran.

Diantara akibat pemerintah tidak berdialog dengan para korban, kata Imran, Hunian sementara (Huntara), yang di bangun oleh pemerintah tidak representatif.

“Proses pemulihan harus melibatkan korban. Huntara yang di bangun tidak melibatkan korban,”ujarnya.

Imran menilai, enggannya pemerintah berdialog dengan korban, sama halnya pemerintah melalaikan tugasnya dalam penanganan pascabencana.

“Pemerintah tidak menempatkan diri sebagai orang tua, sebagai orang yang dituakan dalam penanganan korban pascabencana. Padahal, korban mengharapkan pemerintah bertindak sebagai orang yang dituakan, agar dapat berdialog,” tandasnya.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER

Deddy Mizwar

Asmat, Suku Terkaya Indonesia?

5 Kelemahan Komunikasi Lewat Group Chat