KUPANG, SERUJI.CO.ID – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau kepada seluruh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di NTT untuk tak melakukan politik uang jelang hari pencoblosan pada Rabu (27/6) mendatang.
“Saya harapkan agar tak ada calon gubernur dan wakil gubernur NTT yang melakukan politik uang jelang hari H pencoblosan nanti,” katanya dalam keterangan pers, Senin (25/6).
Susilo yang dikenal dengan nama SBY itu mengharapkan agar masyarakat NTT memiliki pemimpin yang sayang dan peduli pada rakyat NTT, bukan pemimpin yang hanya mengandalkan uang dalam menarik perhatian masyarakat NTT.
Ia mengatakan bahwa dalam Pilgub NTT ini dirinya dengan tekad bulat mendukung penuh paket Harmoni atau pasangan Benny K Harman-Benny Litelnoni.
“Mereka walau tak punya uang tapi mereka menyayangi seluruh masyarakat NTT,” ujarnya.
Lebih lanjut ia pun mengharapkan agar penyelenggaraan Pilgub di NTT berjalan dengan damai dan aman dan tak ada konflik di antara para pendukungnya masing-masing.
Sementara itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT Maryanti L Adoe ketika ditemui di Kupang juga mengharapkan hal yang sama. Menurutnya jika ditemukan ada permainan politik uang maka, akan langsung ditindak.
Masyarakat NTT lanjutnya harus juga tegas menolak politik uang dalam Pilgub NTT ini. Karena hal tersebut melanggar hukum.
“Saya juga mengharapkan agar masyarakat NTT bisa mewujudkan Pilkada NTT yang aman dan damai. Disamping itu masyarakat NTT harus menolak politik uang, dan hindari politisasi SARA,” tambahnya.
Lebih lanjut ia mengatakan aturan politik uang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“UU tersebut mengatur baik pemberi maupun penerima ‘uang politik’ sama-sama bisa masuk penjara. kena jerat pidana berupa hukuman penjara,” tambahnya.
Pada Pasal 187A ayat (1), Undang-Undang tentang Pilkada diatur, setiap orang yang sengaja memberi uang atau materi sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih maka orang tersebut dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, plus denda paling sedikit Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar.
Pada Pasal 187A ayat (2), diatur ketentuan pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (Ant/Su02)