SERUJI.CO.ID – “Anak saya menderita diabetes, dokter?” ungkap seorang ibu di ruang praktek saya, penuh tanda tanya tidak percaya, ketika saya beritahu bahwa anaknya yang masih muda belia itu menderita Diabete Mellitus
“Ya, dari hasil pemeriksaan laboratorium ini, anak ibu memang menunjukkan seperti itu, Diabetes Melitus,” jawab saya.
“Lho, kok bisa dokter, anak saya kan masih muda sekali, baru saja tamat dari sekolah menengah atas,” tanya Ibu ini lagi penuh heran.
Agak lama saya terdiam, dengan alasan anaknya tidak mau datang dan ada acara di sekolah, sang anak tidak dibawa. Karenanya saya tidak tahu secara pasti keadaan fisiknya, dan keluhannya.
“Beberapa dekade yang lalu, Diabetes pada umumnya baru muncul setelah usia di atas 40-45 tahun. Tetapi akhir-akhir ini, kasus diabetes tipe -2 sudah banyak didapatkan pada anak-anak dan remaja, dan dewasa muda. Penyebabnya banyak, yang paling utama adalah kegemukan, anak yang perutnya buncit, anak yang punya gaya hidup santai, dan perubahan pola makan yang anak yang tidak sehat,” jawab saya secara sepintas.
Mendengar jawaban saya ini, langsung Ibu ini menanggapi dan menuturkan kondisi anaknya.
“Betul dokter, anak saya gemuk sekali, gemuknya sudah dari waktu kecil dulu. Yang membuat saya khawatir itu bukan karena gemuknya, tapi dalam beberapa bulan terakhir anak saya kelihatan agak kurus, tidak seperti biasanya, padahal makannya lebih banyak dokter. Disamping itu, anak saya juga sering mengeluh lemah, pusing, dan malam hari terutama saya lihat dia sering bangun buang air kecil,” kisah si ibu.
“Ya, kalau melihat cerita Ibu, anak yang gemuk, banyak makan, ada penurunan berat badan, sering buang air kecil malam, sering haus, lemah, sering pusing, apalagi pemeriksaan laboratorium sudah seperti ini, anak ibu sudah pasti menderita diabetes mellitus,” terang saya.
“Kok bisa dokter? Apa hubungannya kegemukan anak saya dengan diabetes?” tanya ibu tersebut mungkin karena penasaran, dan sejauh ini tidak ada keluarga yang menderita Diabetes Melitus.
Pertanyaan yang agak sulit saya jawab, apalagi bagi orang awam.
“Lemak di dalam perut itu ternyata tidak hanya berfungsi sebagai cadangan tenaga, tetapi juga menghasilkan komponen kimia yang menyebabkan sel jaringan menjadi tidak peka terhadap insulin yang diperlukan untuk membawa gula darah ke dalam sel. Ibaratkan pintu rumah, Insulin yang berfungsi sebagai kunci untuk membuka gembok pintu rumah tidak cocok lagi dengan gemboknya, karena gembok berkarat. Gembok berkarat ini penyebabnya adalah komponen kimiawi yang dihasilkan oleh lemak dalam rongg perut,” terang saya berisaha menjelaskan.
Sang Ibu kelihatannya masih bingung, dan akhirnya saya ingat seorang penulis yang memberi label bahwa tumpukan lemak berlebihan dalam perut itu sebagai “racun,” yang akan merusak sel-sel tubuh yang lain. Ketika ini saya sampaikan kepadanya, Ibu ini mengangguk-angguk seperti paham dan mulai mengerti.
Nah, kasus diabetes tipe-2 pada anak sekarang ini meningkat cepat sekali. Penyebabnya, menurut para ahli, disamping faktor genetik adalah kegemukan, gaya hidup santai, pola makan tidak sehat.
Kegemukan yang meningkat tajam pada anak-anak sekarang, menjadi penyebab utama diabetes tipe 2 anak-anak dan remaja. Dan, ini juga sejalan dengan meningkatnya kejadian diabetes tipe-2.
Penelitian di Amerika Serikat, diabetes tipe-2 yang dulunya dikenal hanya pada mereka yang relatif tua, 40 tahun ke atas, sekarang, 25%adalah anak-anak dan remaja.
Gejala diabetes tipe-2 pada anak-anak juga tidak selalu nyata, sering muncul perlahan sehingga tidak begitu dirasakan oleh sang anak.
Sekitar setengah kasus diabetes pada anak-anak tanpa gejala yang menonjol. Di negara maju-pun sering baru diketahui sewaktu skrining dilakukan pada anak-anak yang obesitas. Akibat gejala yang tidak jelas ini, penderita sering abai sehingga terlambat dalam penanganan, dan baru konsultasi dengan keluhan komplikasi diabets.
Saya sering mendapatkan pasien seperti ini, pada usia 30 tahunan dengan diabetes tipe-2 yang sudah mengalami komplikasi seperti gangguan fungsi ginjal, mata, kaki diabetes, dan sebagainya.
Dan, kalaupun ada gejala diabetes tipe-2 pada anak-anak, biasanya ringan, diantaranya adalah; haus, banyak minum, sering buang air kecil, sering ngompol, lapar berlebihan, lemah, mata kabur, dan adanya gambaran kulit yang khas, dikenal dengan acanthosi negricans yakni, kulit sedikit menebal kehitaman terutama ditemukan di lipatan kulit tubuh dan leher.
Lalu, karena gejala yang tidak khas ini, “the Canadian Diabetes Association” merekomendasika untuk melakukan penyaringan diabetes tipe-2 setiap dua tahun pada anak-anak yang mempunyai tanda, gejala sebagai berikut; Bila didapatkan tiga atau lebih faktor risiko pada anak-anak yang belum mencapai pubertas, dan dua atau lebih faktor risiko bagi anak yang sudah mengalami pubertas.
Faktor risiko tersebut adalah:
- Kegemukan, atau obes,
- Anggota keluarga dengan populasi risiko tinggi (termasuk etnis Asia),
- Ada riwayat keluarga dengan diabetes dan riwayat orang tua dengan diabetes waktu hamil, dan ada bukti tanda resistensi insulin (acanthosis negricans, tekanan darah tinggi, lemak darah yang tidak normal, Policystic ovary syndrome, Fatty liver bukan karena alkohol),
- Mereka yang menderita prediabetes,
- Mereka yang mengonsumsi obat tertentu yang digunakan untuk penyakit psikiatri.
Jadi, anak-anak kita sekarang sudah mulai terancam dengan penyakit diabetes tipe-2. Faktor risiko utamanya adalah kegemukan, gaya hidup santai, dan perubahan pola makan yang tidak sehat.
Gejala yang tidak begitu nyata, tidak dirasakan oleh penderita, mengakibatkan diagnosis diketahui sering terlambat, setelah mengalami komplikasi. Karena itu, anak-anak yang mempunyai faktor risiko perlu dilakukan test penyaringan secara dini.
*) Penulis adalah dokter spesialis Penyakit Dalam dan pengasuh rubrik “Dokter SERUJI Menjawab“
(Hrn)