Aneka spesies Wallabies, Wombat, Possum, Wallaroo, landak, platypus, anjing laut, quoll, bandicoot, tikus dan kelelawar juga mendiami benua mulai dari tebing-tebing batu yang curam dengan dengan air terjun, hutan subtropics atau sebagian hutan tropis di utara, sampai delta, pantai-pantai dan lautannya dimana buaya muara, hiu, paus serta ikan pari hidup. Hewan-hewan yang dibawa oleh pendatang bangsa Eropa seperti kuda, sapi, brumbies, onta, biri-biri, babi serta kelinci liar memperebutkan padang rumput dan air minum. Dingo akan berburu aneka mamalia endemis Australia untuk memuaskan laparnya setelah puasa panjang di musim dingin. Hewan hitam mengerikan bernama Tasmanian Devil hanya tersisa Tasmania, sebuah pulau besar terpisah di selatan daratan utama Australia. Sedangkan burung kutub bernama Pinguin dalam jumlah yang cukup besar tinggal di Phillip Island di dekat Melbourne.
@@@
Sampai menemukan Benua Australia, orang-orang Eropa tidak pernah berfikir ada angsa hitam di dunia ini. Yang mereka kenal adalah angsa selalu berbulu putih. Mirip rasa takjub Lawe di perkuliahan ANU yang telah mempertemukannya dengan mahasiswa dari hampir seluruh bagian dunia. Di Crawford School, Lawe bertemu manusia beriris mata biru, hitam, hijau, cokelat, cokelat muda, abu-abu, atau ungu. Sampai dewasa Lawe melewatkan kehidupannya di Rengel, sebuah desa di perbukitan tiga puluh kilometer sebelah barat Kota Tuban. Desa yang religius khas kaum Nahdhiyin ini telah tercatat sejarah sebagai pendukung setia pemberontakan Diponegoro melawan bangsa kulit putih, Belanda.
Rumah-rumah di desa Rengel dibuat dari kumbong, irisan batu kapur berbentuk balok persegi empat pengganti batu bata. Matahari selalu terasa menyengat di pesisir utara Jawa yang berbukit-bukit itu. Perbukitan kapur itu banyak ditumbuhi pohon jati, eucalyptus, pertanian jagung, kacang tanah, selain padi yang menghijau di dataran rendah pinggiran Bengawan Solo di sebelah selatan. Luapan sungai raksasa itu beberapa kali setahun membawa kesuburan bagi tanah pertanian yang menghampar luas itu. Di perbukitan kapur di sebelah utara, air hujan tidak akan tersimpan lama di dalam tanah yang berongga yang akan mengalir melalui gua-gua bawah tanah dan keluar melalui mata air.
Sebuah gua bernama Ngerong berada seratus meter dari jalan kabupaten memancarkan aliran air deras yang langsung membentuk sungai dari mulutnya dimana ratusan ribu ikan tawes hidup. Gua ini juga rumah bagi ratusan ribu kelelawar yang menggantung di bibir dan lorong-lorongnya yang gelap. Lawe kecil pertama kali belajar berenang di sungai ini, sekaligus menjadi tempat merenung favoritnya. Kilatan-kilatan pantulan cahaya Matahari dari ikan-ikan yang mengasah sisik-sisiknya di dasar sungai bening itu akan menciptakan pemandangan yang sangat indah. Sampai ikan-ikan tawes itu mencumbui kaki Lawe yang terendam dan menyadarkannya dari lamunan……..
Kebanyakan para peserta EAP di Crawford School adalah mahasiswa yang berasal dari non-english speaking countries dari negara-negara Asia dan Pasifik. Terdapat mahasiswa Cambodia, Bhutan, Vietnam, Philiphina, China, Vanuatu, Marshal Island, Thailand, Hungaria, Mongolia, Pakistan, Afghanistan, Srilangka, India, Iran dan Bangladesh, selain mahasiswa lokal Australia dan Eropa Barat lainnya. Mereka para pemuda pemudi yang sangat berbakat, seakan menyimpan genetik dan semangat orang-orang besar leluhur mereka mulai dari Sultan Akbar, Atilla the Hunt, Konfusius, Tsun Zu, para prajurit Vietkong, Aurangzeb sampai Jengish Khan.
Sementara terdapat orang-orang yang langsung mules perutnya saat diperdengarkan lagu dangdut, saat menjadi menjadi warga global manusia harus semakin open minded atas konsep yang berbeda. Brake your psycho-castle, mate!. Sebab, manusia mempunyai semacam mental filter karena believe yang dimiliki. Kecuali bagi para chauvinis, permasalahan psikologis itu akan pelan-pelan luruh setelah terjadi perkenalan yang lebih mendalam dengan budaya lainnya. Seringkali perjumpaan itu memberikan hal-hal baru yang mengejutkan, seperti mengetahui aksara Kamboja yang mirip honocoroko atau pengucapan bilangan angka di Kepulauan Pasifik ternyata mirip dengan angka-angka Jawa. Meski mempengaruhi worldview orang-orangnya, bukankah aksara Arab sangat berbeda dengan aksara Nusantara pra-islam.
Bergabung dengan masyarakat global berarti harus siap dengan penguasaan bahasa internasional. Paling tidak orang harus bisa menguasai salah satu dari Bahasa Inggris, Arab, Perancis, Jerman atau China. Manusia harus mampu meruntuhkan konsep tentang bahasa ibu dan siap menerima konsep bahasa dengan struktur dan kosa kata yang berbeda. Saat ini manusia dimudahkan dengan adanya Google translate yang bisa dimanfaatkan untuk penerjemahan lebih dari 65 bahasa asing kedalam bahasa ibunya. Sementara di Canada, bahasa yang dipakai adalah Inggris dan Perancis secara paralel, sehingga setiap produk hukum harus diterjemahkan kedalam kedua bahasa itu.
Arus besar globalisasi benar-benar telah melanda bumi yang memang berbentuk bola. Perkembangan teknologi informasi telah mengglobalkan desa-desa dan kota-kota di seluruh dunia dengan pola yang tak pernah terjadi sebelumnya. Teknologi Skype memungkinkan Lawe berbicara tatap muka dengan keluarganya di Rengel. Jika ia komplain tentang layanan Optus[1], maka suara operator berlogat India di seberang lautan sana yang akan menjawabnya.
Saat ini pesawat jet penumpang memudahkan manusia untuk berpindah antar benua. Jam tubuh manusia akan kebingungan mengatur aktivitasnya saat berpindah ke zona waktu yang berbeda yang dinamakan dengan jet leg. Manusia, modal, produk, uang, budaya, brand name, merek, makanan bisa menyebar dengan mudahnya ke seluruh dunia. Di era perdagangan bebas saat ini, seseorang bisa mengenakan pakaian buatan Italia dipadu topi batik buatan Indonesia, makan Burger Turki berisi ikan tuna tangkapan dari samudera Hindia, diatas piring manufaktur China, sambil mendengarkan musik jazz Amerika, minum air mineral yang didatangkan dari lembah Kashmir, serta susu hasil ternak Australia, dengan buah pencuci mulut dari Thailand.
Di Australia Lawe mengenal berbagai macam adat dan budaya masyarakat dunia. Orang Aborigin menunjuk orang lain dengan dagunya, karena menggunakan tangan dalam budaya mereka sangat tidak sopan yang hanya pantas bagi binatang. Keramah-tamahan orang-orang Kamboja persis seperti orang-orang Nusantara, hanya dengan penampilan wajah sedikit mongoloid. Kawan Mongolia Lawe memiliki kumis yang panjang melebihi dagunya, seperti penampilan tentara Jengis Khan berabad yang lalu. Nama-nama orang Buthan yang dikenal Lawe hanya berkutat antara Ugyen, Karma, Dorji, Sonam, Pheema, Kinzang atau Tzering, dibolak-balik antara laki dan perempuan. Rupanya nama-nama itu diberikan oleh pendeta Budha yang mengambilnya secara acak dari sebuah daftar nama standar di dalam sebuah cawan. Generasi modern Bhutan biasanya memiliki nama kedua dan ketiga untuk menampung nama-nama mondial.
[1] Sebuah operator telekomunikasi Australia.