MENU

Budaya Menabukan Menstruasi Bahayakan Nyawa Perempuan di Negara-Negara Miskin

LONDON – Kantor berita Reuters melaporkan pada Senin (31/7) yakni Budaya yang menabukan menstruasi di negara-negara berkembang telah membahayakan dan bahkan merenggut nyawa perempuan dan remaja putri, dengan situasi yang diperburuk oleh kurangnya sanitasi.

Pendarahan pada bagian vagina masih merupakan hal yang tabu di beberapa negara miskin atau berkembang, dan bahkan sering dianggap memalukan bagi perempuan.

Sebagai contoh, Di Nepal, para perempuan harus menjalani ‘chaupadi’, sebuah tradisi adat yang mengharuskan mereka untuk diasingkan selama masa menstruasi. Adat itu mewajibkan perempuan untuk tidur di dalam gudang atau bangunan tambahan di luar rumah jika mengalami pendarahan vagina.

Sementara itu di India, menstruasi adalah fenomena yang jarang dibicarakan secara terbuka sehingga membuat para remaja putri seringkali tidak mengetahui apapun mengenai tubuhnya sendiri. Mereka akhirnya juga menjadi korban pengucilan sosial akibat masih bertahan dengan kepercayaan lama.

Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh British Medical Journal, pada Senin, menyebutkan bahwa ada banyak faktor mengapa seorang perempuan mengalami pendarahan yang keluar dari vaginanya selain mengalami siklus bulanan atau menstruasi, yakni misalnya seperti depresi pasca-persalinan, keguguran, endometriosis (keluarnya jaringan dalam dinding rahim), dan kanker servik.

“Sepanjang masa hidup, para remaja putri dan perempuan harus mengalami berbagai macam pendarahan dalam vagina, dan banyak di antaranya tidak diketahui akibat informasi yang salah, ketakutan, rasa malu, dan tabu,” kata laporan tersebut.

Para peneliti mengatakan bahwa kebijakan yang mendorong diskusi terbuka akan membantu perempuan dan remaja putri untuk bisa membedakan pendarahan normal, seperti menstruasi, dan pendarahan yang tidak normal, yang bisa disebabkan oleh penyakit seksual menular ataupun kanker.

“Langkah pertama adalah memecah kebisuan terkait topik pendarahan vagina, dari level global sampai lokal, sehingga perempuan dan remaja putri bisa mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa keraguan,” kata laporan yang sama.

Tabu sosial dan juga kurangnya ketersediaan air bersih, sabun dan produk-produk sanitasi membuat banyak wanita tidak bisa merawat pendarahan vaginanya secara bersih.

Lembaga amal WaterAid menyebutkan, Hampir setiap harinya, lebih dari 800 juta perempuan berusia antara 15 sampai 49 tahun mengalami menstruasi. Meski demikian, sebanyak 1,25 milyar perempuan di seluruh dunia tidak punyak akses toilet selama periode tersebut.

Sementara itu, berdasarkan laporan yang dihimpun oleh lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa akibat kurangnya fasilitas, satu di antara 10 remaja putri di Afrika tidak akan bisa berangkat sekolah selama masa menstruasi dan pada akhirnya berhenti mengenyam pendidikan. (HA)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

Sumber:Antara

1 KOMENTAR

  1. Dalam Islam haid (menstruasi) dibicarakan secara detil bahkan banyak ditulis oleh para ulama fikih dalam kitab-kitab mereka. Seandainya saja cahaya Islam memasuki wilayah2 tersebut pastilah kaum wanita di sana tidak mengalami hal tragis seperti itu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER