SERUJI.CO.ID – Delapan tahun yang lalu Intan menikah dengan Brian. Brian adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja pada Kementerian Tenaga Kerja, sedangkan Intan adalah karyawan swasta yang bekerja pada perusahaan retail. Intan dan Brian juga telah dikarunai seorang anak perempuan bernama Carissa, yang kini sudah berusia 6 tahun.
Pertengakaran terus menerus membuat Brian akhirnya menyerah pada pernikahan mereka. Brian memutuskan untuk menggugat cerai Intan dan mengambil hak asuh Carissa. Bagaimanakah prosedur perceraian seorang ASN? Adakah hukum yang mengatur perceraian seorang ASN secara lebih spesifik?
Perceraian Aparatur Sipil Negara
Sebagai aparat negara, tidak mudah bagi seorang ASN untuk bercerai. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 (“PP 10/1983”) mengatur bahwa seorang ASN yang hendak bercerai harus memperoleh izin dari Pejabat yang berwenang terlebih dahulu. Atas permohonan tersebut Pejabat akan menimbang kembali apakah alasan perceraian tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada atau tidak. Jika alasan yang diajukan tidak sesuai, maka Pejabat dapat menolak izin untuk melaksanakan perceraian.
Setelah proses pengajuan permohonan selesai, ASN tersebut akan memperoleh Surat Keputusan Izin untuk melakukan Perceraian.
Lalu apakah setelah izin tersebut diperoleh, ASN tersebut telah resmi bercerai? Tentu tidak!
Keputusan seseorang resmi bercerai hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan Agama ataupun Pengadilan Negeri. Artinya, Surat keputusan tersebut merupakan syarat administrasi yang harus dipenuhi oleh ASN yang hendak bercerai, sebelum mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan.
Pertanyaan selanjutynya, bagaimana jika ASN tersebut merupakan pihak yang digugat? Apakah ia tetap membutuhkan Surat Keputusan tersebut? Jawabannya adalah ya.
Artinya dalam hal pengurusan perceraian, baik ASN yang mengajukan gugatan ataupun menjadi pihak Tergugat, surat tersebut tetap dibutuhkan.
Pasca Perceraian PNS Wajib Memberikan Nafkah bagi Mantan Istri
Perlu diketahui bahwa apabila perceraian terjadi atas kehendak ASN pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan mantan isteri dan anak-anaknya (berdasarkan pasal 8 PP 10/1983). Pembagian gaji tersebut sepertiga untuk ASN pria yang bersangkutan, sepertiga untuk mantan isterinya dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
Namun jika dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh ASN pria kepada mantan isterinya ialah setengah dari gajinya.
Lalu bagaimana jika perceraian terjadi atas kehendak isteri ASN? Apabila hak tersebut terjadi, maka ia tidak berhak atas bagian penghasilan dari mantan suaminya.
Hak Asuh Anak ASN
Bagi ASN yang hendak mengajukan gugatan hak asuh anak, dapat diajukan ke Pengadilan Agama bagi pihak yang beragama Islam, sedangkan bagi pihak yang beragama non Islam dapat mengajukan gugatan tersebut di Pengadilan Negeri. Pengajuan gugatan hak asuh tersebut dengan turut melampirkan Akta Cerai orangtua dan Akta Kelahiran sang anak.
Dengan demikian pada kasus Brian dan Intan, sebelum Brian mengajukan gugatan ke Pengadilan, maka ia berkewajiban untuk mengajukan permohonan Izin Perceraian kepada Pejabat yang berwenang.
Setelah ia mendapatkan Surat Keputusan dari pejabat yang berwenang, barulah ia dapat memproses gugatannya ke Pengadilan. Apabila Pengadilan memutuskan untuk menerima gugatan perceraian Brian, Brian tetap memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada Intan sebesar 1/3 bagian dan kepada Carissa 1/3 bagian.