SERUJI.CO.ID – Suhu politik yang mewarnai kehidupan masyarakat bangsa saat ini semakin meninggi, hal ini memang karena dalam hitungan bulan ke depan tepatnya tanggal 17 April 2019 yang akan datang bangsa ini akan melaksanakan perhelatan yang sangat penting yakni even kenegaraan Pemilu serentak untuk Pemilihan pasangan Presiden-Wakil Presiden dan sekaligus juga pemilihan Anggota Legilatif DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota serta Pemilihan calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang akan mewakili masing-masing Provinsi yang ada.
Keberhasilan dan kesuksesan pelaksanaan Pemilu tersebut sesuai amanah Konstitusi UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum untuk menentukan arah kehidupan bangsa ini, bahkan mungkin juga menjadi ujian berat terhadap eksistensi bangsa ini.
Pelaksanaan Pemilu yang harus taat kepada asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil sebagai amanah undang-undang tentunya menjadi hal yang diharapkan semua lapisan masyarakat. Mungkin dalam pelaksanaan Pemilu 17 April Tahun 2019 ini juga perlu ditambahkan asas Halal, artinya baik proses persiapan, proses pelaksanaan maupun hasil Pemilu nanti tidak dinodai praktek-praktek kotor atau perilaku haram, yang mungkin potensial dilakukan para peserta Pemilu maupun Penyelenggara Pemilu dan Pemerintah selaku Rezim Petahana yang ingin mempertahankan kekuasaannya. Atau Pihak Kekuatan Asing/Lainnya yang ingin menancapkan pengaruh dan dominasi kepentingannya di Indonesia dengan menghalalkan segala cara.
Umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Republik ini tentunya sah-sah saja dan dijamin konstitusi untuk ikut berkompetisi dan menentukan pilihannya baik untuk Pilpres maupun Pileg yang dianggap benar-benar mempunyai komitmen dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasinya dalam pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Harus diakui secara faktual bahwa potensi Umat Islam menjadi faktor penentu partai mana dan kekuatan politik mana, serta siapa yang akan keluar sebagai the winner dalam pesta demokrasi yang akan digelar 17 April 2019 nanti.
Atmosfir Politik Rezim Petahana dan Respon Umat Islam.
Suatu kondisi faktual dan fenomena yang berlangsung lebih kurang 4 tahun kekuasaan Pemerintahan Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla (Rezim Petahana) saat ini sungguh banyak dirasa menorehkan catatan buram bagi pandangan umat Islam, yang secara politik, kebijakan ekonomi, penegakan hukum, kebijakan pembangunan sosial budaya bahkan keagamaan dirasa merugikan dan mendapat perlakuan yang tidak adil.
Berbagai kebijakan yang diambil rezim Petahana seringkali dirasakan merugikan dan melukai hati nurani, bahkan dianggap perlakuan tidak adil bagi umat Islam. Memang hal ini sulit ditepis Rezim Petahana karena berbagai kebijakan dan termasuk perlakuan penegakan hukum yang sering dirasa hanya untuk memberangus pihak-pihak yang menurut rezim Petahana tidak sejalan dengan kepentingan mereka, kelompok oposan. Sehingga institusi negara yang terkait dengan tugas penegakan hukum terkesan menjadi alat untuk membungkam para tokoh oposan tersebut, semisal penegakan hukum yang dikenakan berbagai kasus pidana yang dialamatkan kepada Al Habib Muhammad Rizieq Bin Husein Shihab (HRS), sehingga dianggap sebagai upaya kriminalisasi.
Sementara itu berbagai kasus hukum yang nyata-nyata jelas merupakan suatu kejahatan dan pelanggaran aturan hukum seperti perlakuan kejahatan persekusi yang dilakukan kelompok/gerombolan tertentu terhadap beberapa Ustadz, Aktifis, (Ustadz T. Zulkarnaen, Ustadz Abdul Somad, Fachri Hamzah, Neno Warisman dll); Pembubaran Pengajian/Tablig yang ditengarai menyuarakan aspirasi umat Islam tak pernah ditindak secara hukum.
Padahal tindakan para kelompok/gerombolan pengacau tersebut jelas-jelas sudah melanggar hukum, semisal mereka telah memasuki Bandar Udara dengan brutal dan membawa berbagai senjata tajam serta melakukan pengancaman, intimidasi terhadap beberapa Ustadz/Tokoh Umat Islam namun nyatanya semua dibiarkan. Bahkan terkadang seolah-olah para kelompok/gerombolan pengacau tersebut terkesan dipelihara dan dibiarkan pihak keamanan yang seharusnya berkewajiban menindaknya.
Sekian banyak praktek-praktek ketidakadilan seperti pembatasan suara azan di Masjid-Masjid, pemberian ruang terhadap perilaku LGBT, Faham Komunis, Syiah, dan lain-lain perilaku yang dianggap bertentangan dengan Syariat Islam dan budaya bangsa tentunya, juga suatu kebijakan yang sangat melukai dan bahkan mengancam eksitensi Hak Umat Islam untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama Islam yang dianutnya, padahal itu semua suatu hak asasi yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945.
Lain lagi pelabelan stigma negatif yang terus dihembuskan dengan issu-issu terorisme yang setiap pemberitaannya selalu bernuansa memojokkan umat Islam, bahkan ada semacam pengkondisian image Islamphobia, yang semuanya ini harusnya dapat diantisipasi rezim Petahana.
Berbagai kondisi pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang saat ini dianggap sangat merugikan Umat Islam tentunya akan menjadi alasan yang kuat bagi kelompok-kelompok umat Islam di seluruh tanah air maupun WNI pemilih yang berada di Luar Negeri untuk menentukan pilihannya baik untuk Pilpres maupun untuk Pileg di semua tingkatan.
Penutup.
Mengingat betapa pentingnya momentum Pemilu 17 April 2019, maka umat Islam harus benar-benar berjuang dan mempunyai komitmen untuk dapat memenangkan pertarungan politik baik untuk Pilpres maupun Pileg yaitu memilih calon Paslon Presiden/Wapres serta Caleg yang didukung oleh Partai Politik yang memang punya komitmen berjuang dan keberpihakan untuk kepentingan umat Islam dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tentunya umat Islam harus menjadi pemilih yang bertanggungjawab dan cerdas sehingga akan menjatuhkan pilihannya kepada Paslon Presiden/wakil Presiden dan Caleg-Caleg yang benar-benar mempunyai komitmen terhadap perjuangan kepentingan dan aspirasi Umat Islam sebagai Umat mayoritas dalam membangun Bangsa ini dalam mewujudkan tujuan Negara yaitu masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. (SU01)