Dalam sejarahnya, NU pernah bersikap super keras ketika imperialis Kerajaan Protestan Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Tidak ada kompromi, pada 22 Oktober 1945, NU mengumpulkan seluruh konsul se- Jawa dan Madura mengeluarkan Resolusi Jihad fi Sabilillah. Apakah FDS sudah segawat itu? Apakah Mendikbud Muhadjir Effendy sudah sekelas Snouck Hurgronje atau Van Der Plas? Sehingga perlu distigma sebagai “Pembunuh Madin”? Muhadjir yang saya kenal adalah seorang santri tulen, mustahil punya niat mematikan Madin.
Untuk mengetahui realitas lapangan, saya lalu bertanya cucu-ku tadi. Kamu sekolah berapa hari dalam sepekan? “Lima hari, Senin sampai Jum’at. Tapi pulang agak sore, pukul 16.00. Tapi saya masih tetap ikut belajar di Madin sampai setelah maghrib,” kata cucu saya. Apa enggak capek? “Enggak Kung, malah enak, hari Sabtu saya bisa ikut latihan bela diri dan les musik. Hari Ahad jalan-jalan sama ayah dan bunda,” kata sang cucu dengan ceria.
Saya sendiri, dibantu beberapa kawan yang melek tujuan utama bernegara, tujuan utama Indonesia merdeka, salah satunya adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, sejak tahun 1990 mendirikan sekolah mulai dari PAUD, TK, Madin, SD, SMP, SMA, MTs, MA dst. Dan ketika ada FDS, semua stakeholder berkumpul lalu berembuk untuk melakukan pengaturan lebih baik lagi. Tidak ada masalah, aman-aman saja. Kenapa mesti takut? Apa yang ditakuti dari FDS? Toh…di kalangan NU justru dikenal adagium FDNS (Full Day and Night School), bukan cuma FDS bro…!

Tanya Said Agil