Tapi, kehidupan tidak hanya sekedar makan, minum dan bertempat tinggal. Manusia dikodratkan untuk beregenerasi, berketurunan. Tidak seperti makhluk tingkat rendah, bayi tidak akan mampu hidup tanpa orangtuanya menjaga hingga dewasa, sehingga butuh sebuah keluarga, ayah dan bunda. Oleh karena itu, anak yang tidak punya ayah disebut anak yatim dan menjadi perhatian utama agama Islam karena timpang secara kodrati.
Ayah-bunda adalah hubungan insan yang sangat dimuliakan dalam Islam. Karenanya, ketiadaan hubungan juga menjadi ketimpangan, karena itu hubungan yang semestinya ada secara fitrah insani. Walau seorang perempuan mampu menghidupi diri sendiri, tetap saja ada ruang kosong yang tidak bisa diisi. Apalagi, secara umum seorang perempuan lemah di sisi nalar agama (karena sifat bawaan perasaan keibuan lebih dominan) sehingga perlu dipimpin seorang suami yang membimbingnya beragama dengan benar.
Kebutuhan perempuan akan seorang laki-laki bisa jadi tidak terpenuhi jika jumlahnya timpang. Laki-laki berada dalam posisi paling riskan untuk mati terlebih dahulu, seperti situasi perang atau lainnya, sehingga jarang ada atau bahkan tidak pernah jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuan. Maka, poligami menjadi solusi. Ingat, solusi, bukan kesempatan. Solusi terhadap permasalahan sosial adalah beban kerja tambahan, bukan kesenangan.
Dalam Al Quran, seorang laki-laki bisa mengawini maksimal empat orang perempuan, yang ia senangi. Namun, syaratnya berat, yaitu adil. Jika merasa tidak bisa adil, maka perintahnya tegas: hanya boleh satu istri.
Adil adalah sifat yang dimiliki oleh orang yang siap menanggung beban, termasuk beban cinta. Di ayat yang lain bahkan ditegaskan bahwa tidak mungkin berlaku adil dan dilarang membuat istri lainnya terkatung-katung hanya karena cenderung kepada salah satunya. Ini beban perasaan tentunya bagi laki-laki, ketika kesenangannya terhadap istri yang paling dicintai harus terhalang untuk memenuhi hak istri yang lain.




