Politikus ulung dengan kata-kata yang mantap dan penuh kepercayaan diri. Suaranya meledak-ledak disaat menyuarakan kebenaran dan keyakinannya. Bahkan tanpa ragu untuk mengkritisi lawan atau kawan-kawannya.
Aksi beliau dalam mengkritisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekilas seperti sebagai tindakan pelemahan atau bahkan seakan meminta KPK dibubarkan. Bagaimana beliau mengkritisi seorang Nazzarudin yang dianggap sebagai sumber data keadilan. Seorang sebagai terdakwa dan terpidana, dianggap sebagai dewa kebenaran bahkan penyuara kebenaran. Dari kata-kata beliau tersirat jelas begitu perhatian dan sayangnya beliau kepada KPK dengan memberikan tekanan-tekanan agar KPK melakukan intropeksi diri untuk menjadi lembaga yang sesuai dengan tugasnya.
Sindiran-sindiran beliau mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang nilainya “kecil” jika dibandingkan dengan megakorupsi seperti Bank Century, Hambalang dan lain-lain. Begitu lugas beliau mengkritisinya tidak memakai “basa-basi”. Tentunya KPK harus menyadari bahwa kritik itu untuk perbaikan bukan menjatuhkan, ada kalanya “anak manja” itu harus dibentak atau disentil.
Perseteruan beliau dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berujung pada pemecatan. Dalam keputusan peradilan beliau dinyatakan menang melawan PKS, bahkan PKS dikenakan kewajiban untuk membayar denda kepada beliau.
Apakah beliau jadi jumawa atau bahkan sombong?
Tidak sama sekali, malah beliau dengan baik memberikan masukan kepada partai yang ikut mendidik beliau menjadi seorang politisi yang handal dan lugas. Twit-twit beliau secara lembut memberikan kepada rekan-rekannya di partai. Bagaimana mungkin seorang yang telah “dicampakkan” oleh partainya, bukannya berpindah partai akan tetapi malah memberikan support pada partai tersebut.
Dalam dunia politik sekarang, tanpa dicampakkan terkadang sudah meninggalkan partainya sendiri untuk bergabung dengan partai lain atau bahkan dengan partai yang berseberangan. Andai beliau berhasrat membuat “PKS Tandingan” tidak lah sesuatu yang berat bagi beliau.
Dalam puisi beliau :
Dan seperti nostalgia,
Jalanku menyusuri sepi,
Menyingkap kabut,
Membelah hutan belantara,
Menyabari rute yang berliku; mendaki dan menuruni lembah yg tak kU kenal…
Hanya untuk membuktikan niat, dan keyakinan; kesetiaan pada janji…bahwa aku tetap di sini..
Ketajaman kata-kata beliau bagai pedang. Kawan dan lawan menjadi segan. Bahkan dipenghujung tugasnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beliau dengan berani menyampaikan ide-ide yang populer, ide-ide yang terkadang digunakan para politisi untuk menarik simpati masyarakat.
Pedang itu begitu tajam dan kuat, ada kalanya terselip rasa khawatir jika pedang itu jatuh ke tangan orang jahat. Bagaimanapun beliau adalah seorang manusia yang kadang dapat berbuat kesalahan tanpa disengaja.
Beliau sangat yakin akan tindakannya meskipun dibenci oleh kawan atau lawannya.
Ini jalanku,
Jalan yang kusadari sedari awal,
Yang kU tahu pasti sulit berliku,
Jalan keikhlasan, Yang tak mungkin ditempuh oleh maksud lahiri…
Inilah jalanku, Menyeru kepadaNya, Mengajak mu berburu cintaNya,
Jalan pembuktian yang tak mudah, Yang tak biasa…
Semoga beliau selalu istiqomah dalam perjuangannya.