Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah partai baru peserta pemilu 2019 mendatang. Sebagai partai baru, tentu belum memiliki bukti pemilih di pemilu yang lalu sehingga seharusnya tak punya daya tawar koalisi untuk pemilihan presiden. Namun, berdasarkan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo baru-baru ini di Istana Negara, PSI menempatkan diri menjadi pendukung Jokowi di pilpres yang serentak bersama pemilu perwakilan rakyat.

PSI yang menargetkan pemilih muda, menyusun struktur partai dari kalangan anak-anak muda. Barangkali inilah yang menyebabkan beberapa blunder karena belum banyak makan asam garam dunia politik dan kenegaraan.

Blunder pertama, PSI yang memproklamirkan sebagai partai bersih dari korupsi, ternyata menempatkan seseorang yang pernah tersangkut kasus dalam struktur partai. Lebih blunder lagi, namanya tidak tercantum di website resminya, dan baru ketahuan saat ada dokumen yang tersebar di dunia maya. Maka, publik bertanya-tanya, seberapa transparan partai ini? Apakah gerakan penggalangan dana yang dilakukan hanyalah cara agar terlihat bersih dan menutup siapa sebenarnya penyandang dana utama? Partai seperti ini jadi pendukung presiden atau mau memanfaatkan?

Blunder berikutnya, PSI ‘sowan‘ ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Sepertinya, normal-normal saja, namun kemudian dikritik oleh beberapa pengamat karena membicarakan masalah pilpres. Membicarakannya di tempat fasilitas negara dianggap kurang etis, atau sama artinya mendudukkan sebagai calon presiden, bukan presiden. Blunder ini dilakukan oleh PSI, karena tentu hadir ke Istana dengan agenda yang sudah direncanakannya (bukan oleh tuan rumah), sehingga bahasan dalam pertemuan mengikuti agenda tersebut. Presiden kena getah lagi.

Blunder berikutnya dilakukan oleh orang-orang PSI yang lemah dalam menjaga kondusivitas di dunia maya. Yang paling baru, salah satu akun yang disinyalir milik pengurus partai, secara terang-terangan mengungkapkan tuduhan kepada politisi partai lain sebagai “tukang membuat hoaks tiap hari”. Walau tidak menyebut nama, secara hukum jelas siapa yang dimaksud dan sebenarnya sudah bisa dilaporkan ke polisi.

Blunder yang terakhir ini dampaknya sangat berat bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo, karena pada saat yang sama terjadi operasi penangkapan terhadap orang-orang yang diduga melakukan tindakan penyebaran kebencian, yang kebetulan dipersepsikan sebagai lawan politiknya. Berarti, jika ingin dianggap adil, polisi harus juga memproses karena sama-sama melakukan fitnah atau ujaran kebencian.

Kalau tidak diproses, pemerintahan Jokowi akan dianggap melakukan tebang pilih. Kalau diproses, sama artinya putus hubungan dengan calon pendukungnya sendiri. Pilih yang mana?

Tidak mudah membuat partai baru dengan syarat yang ketat dari KPU. Partai Bulan Bintang pun harus berhadapan dengan KPU di sidang Bawaslu agar bisa lolos, padahal pernah menjadi peserta pemilu. Partai baru semacam PSI, pasti memerlukan daya dukung dana yang besar, dan tidak mungkin hanya ditopang idealisme saja. Maka, setelah beberapa blunder terjadi, persepsi khalayak bahwa PSI hanyalah partai yang dikendalikan pihak-pihak tertentu dan kosong idealisme, akan terbentuk.

Mari ditunggu, apakah PSI akan mati sebelum berkembang jelang pemilu 2019 dan kemudian menyeret Jokowi dalam kekalahan?

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama