Kotawaringin Barat – Asosiasi Penambang Republik Indonesia (APRI) sangat menyayangkan kegiatan penambangan pasir ilegal di daerah Kubu Kecamatan Kumai, Sampuraga Baru Kecamatan Arut Selatan dan juga Sekonyer Kecamatan Pangkalan Banteng Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Kalimantan Tengah yang belum mempunyai ijin galian C.
“Sepengetahuan kami tidak ada satupun yang mempunyai ijin gakian C. Tapi mereka masih leluasa beroperasi meski jelas-jelas menyalahi aturan. Mereka merasa nyaman dan aman-aman saja,” ucap Mardani, Ketua APRI Kotawaringin Barat, Rabu, 31 Januari 2018 kepada awak media.
Ia juga mengatakan bahwa dampak dari penambangan pasir ilegal tersebut jelas merusak lingkungan. Lubang raksasa yang jadi danau-danau kecil hasil pengerukan yang membabibuta dianggap sangat membahayakan lingkungan. Namun beda, lanjut Dani, jika berijin tentu dampaknya positif dan akan menjadi pendapatan asli daerah (PAD).
“Jika berijin tentunya akan lebih mudah dikendalikan dan diarahkan. Seperti kelayakan lokasi dan reklamasi pasca galian,” ujarnya.
Mardani menilai, selama ini masyarakat hanya dijadikan kambing hitam saja agar seolah-olah itu kepentingan masyarakat. Ia bahkan menduga, lanjutnya, kalau selama ini hanya permainan para cukong dan oknum semata yang sengaja memanfaatkan demi kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
“Harga pasir sering berubah, ketika masyarakat banyak yang butuh harga dinaikkan. Biasanya mereka beralasan ada razia dan sebagainya. Dan akhirnya merekalah yang diuntungkan,” tukasnya.
Menurutnya, kehadiran APRI di Kabupaten Kotawaringin Barat bisa menjadi rumah para penambang. Sehingga, kata Mardani, masyarakat yang kesehariannya berprofesi sebagai penambang akan mendapatkan berbagai bantuan serta bimbingan.
“Akan kami bantu mulai dari pengolahan tanah pasca tambang maupun menguruskan legalitas ijin pertambangan. Anggota APRI sudah lengkap, mulai dari teknisi, advokasi, teknologi dan lainnya,” Jelasnya Mardani.
Menyikapi kerusakan alam yang ditimbulkan oleh tambang ilegal tersebut, jelas Mardani, pihaknya akan mendesak kepada pemerintah daerah agar berperan aktif dan lebih serius menangani persoalan tersebut.
“Harus dilakukan pemertiban dan memberikan solusi supaya mereka mendapatkan ijin. Dengan demikian akan mudah dikendalikan dan pajaknya masuk kas daerah. Tanpa adanya tindakan yang serius, ya tanahnya sudah hancur pemerintah pun tidak dapat apa-apa,” pungkasnya.