Kemerdekaan suatu bangsa semestinya berarti merdeka dalam semua lini kehidupan, baik politik, sosial, budaya dan ekonomi. Kita patut bersyukur bahwa secara politik kita sudah merdeka hampir 73 tahun. Sejak itu pula kita memproklamirkan diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat secara politik.

Setahun kemudian wakil presiden Muh. Hatta berjuang untuk meraih kemerdekaan dalam bidang ekonomi dengan mengeluarkan uang rupiah sebagai satu-satunya alat tukar yang sah diseluruh tanah air, menggantikan uang penjajah baik gulden maupun yen. Rupiah menjadi simbol kemerdekaan dibidang ekonomi, namun apa boleh dikata, setelah hampir 73 tahun nilai tukar rupiah tidak mampu bersaing secara global. Meski sudah berkali-kali dilakukan berbagai kebijakan ekonomi, namun tetap saja rupiah loyo ketika berhadapan dengan mata uang ‘penjajah’. Secara kasat mata awam ini menunjukkan bahwa sesungguhnya secara ekonomi kita belum merdeka.

Belum lagi berbicara tentang sumber-sumber alam dan penguasaan asset secara nasional yang secara riil telah dikuasai oleh asing dan kroni-kroninya. Masyarakat luas hanyalah sebagai lahan sapi perah untuk mengisi pundi-pundi kapitalis asing agar semakin tambun. Lihatlah dari hampir semua kebutuhan pokok, sekunder bahkan sekedar untuk wisatapun telah dikuasai segelintir kapitalis lokal yang berkolaborasi dengan moyangnya secara global.

Kemandirian ekonomi seolah menjadi pepesan kosong yang hanya mudah diucapkan terutama oleh pengambil kebijakan, namun kenyataannya tidak ada keberpihakan kepada rakyat dan bangsa sendiri untuk maju dan berdikari sesuai cita-cita para pendiri bangsa. Yang lebih memprihatinkan, hal ini telah menjadi pola pikir dan perilaku sebagian besar anak bangsa. Kita lebih senang memperolok produk bangsa sendiri, alih-alih membantu dan mendorongnya untuk tumbuh dan berkembang. Dari konsumsi makan minum, kebutuhan harian, kebutuhan transportasi, pakaian dan hampir seluruh produk barang dan jasa secara nasional hampir semuanya adalah prodak asing yang dengan senang hati kita nikmati tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Lantas masih adakah kesempatan merdeka secara ekonomi itu lahir? Hadir ditengah kita sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat? Sangat sulit untuk menjawab. Namun jika setiap kita mau peduli dengan rupiah yang kita miliki, memperhatikan setiap rupiah kemana kita belanjakan agar benar-benar mengalir kedalam pundi-pundi bangsa sendiri peluang merdeka secara ekonomi masih terbuka. Bukankah kita sangat hafal dengan hadits yang intinya kita akan ditanya tentang harta (baca:rupiah) yang kita miliki, darimana kita peroleh dan kemana kita belanjakan? Apa jawaban kita ketika ternyata rupiah yang kita miliki mengalir ke kantong orang lain yang boleh jadi menjadi bagian untuk membuat kerusakan di negeri ini maupun negeri lain didunia. Saatnya kita desain ulang pemanfaatan rupiah kita, gunakan uangmu untuk saudaramu…!! Gunakan uangmu untuk negrimu…!!. (sry/jateng)

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama