SERUJI.CO.ID – Bahagia adalah kata yang tidak asing bagi kita semua. Bahagia merupakan impian semua orang yang hidup di dunia ini. Bahkan tidak hanya di dunia, di Akhirat pun kita mendambakannya. Setiap waktu kita berdoa untuk meraih kebahagian ini, sayang kita tidak pernah belajar bagaimana mencari, menggapai, menemukan kebahagiaan itu.
Bahagia sering dindentikan, dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat materi, dapat berupa rumah yang megah, mobil mewah, kekayaan yang berlimpah, jabatan, kedudukan, istri yang cantik, anak yang sukses.
Orang yang miskin sering berandai-andai, jika kaya nanti dia pasti akan bahagia, kalau punya mobil, rumah yang megah pasti akan bahagia. Seorang Pria yang sudah bersuami pun sering membayangkan, bila istri tetangga yang sangat cantik itu yang menjadi istrinya, pasti Ia akan bahagia.
Sekarang, andaikan kita bisa bertanya kepada yang kekayaannya berlimpah, rumah yang megah, mobilnya yang mewah, istrinya yang cantik, apakah mereka pasti akan menjawab “ya, kami pasti bahagia”.
Saya kira belum pasti. Banyak contoh, banyak cerita yang dapat kita baca, kita lihat bahwa kekayaan, materi itu tidak menjamin seseorang menjadi bahagia. Mudah kita lihat, mereka yang mengkosumsi narkoba, obat stress, obat tidur bukanlah mereka yang dari golongan tidak mampu atau miskin. Tapi sebagian besar adalah golongan masyarakat kaya. Pengalaman saya sebagai dokter juga menunjukkan hal yang demikian.
Seorang pasien, sebut saja tuan A, lelaki usia sekitar 60 tahun yang terkenal kaya di sebuah kota kecil tempat saya praktik. Apapun beliau punya, kecuali yang saya lihat sepintas adalah kebahagiaan.
Pasien rutin ini, hampir setiap bulan datang ke tempat praktek untuk konsultasi dengan bermacam-macam keluhan, mulai dari keluhan lambung, sakit kepala, sakit pada sendi, otot, hipertensi, tidak bisa tidur, sampai pada penurunan libido. Melihat pasien ini, dalam hati saya sering berbisik, “ini lah orang kaya yang punya semuanya, tetapi tidak punya kebahagian”.
Kemudian, saya teringat suatu cerita dalam buku “Happiness is Now”, yang ditulis oleh Timothy J. Sharp. Sebut saja Nyonya Jones yang tinggal di suatu kota kecil. Nyonya Jones seorang wanita berusia 92 tahun yang bertubuh kecil dan sudah kaku dimakan oleh usianya, tetapi punya kepercayaan diri yang tinggi. Setiap pagi, orang sudah dapat melihatnya dalam pakaian rapi, dandanan yang cantik, dan senyuman penuh kebahagian yang terpancar dari wajahnya.