MENU

Menkominfo: Gangguan Petya Lebih Besar Dibanding Wannacry

JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebutkan gangguan yang ditimbulkan “Ransomware Petya lebih besar karena mengenkripsi perangkat penyimpanan digital atau hard disk, sedangkan Ransomware Wannacry hanya mengunci data atau file.

“Kalau dianalogikan seperti hotel, gambarannya begini. Ransomware Wannacry itu mengunci kamar hotel, sehingga kamarnya tidak bisa dibuka, sedangkan Ransomware Petya itu, satu hotel itu tidak bisa dibuka,” ujar Menkominfo dalam diskusi Antisipasi Serangan Malware Ransomware Petya, yang berlangsung di Cikini, Jakarta, Jumat (20/6).

“Jadi, dampaknya memang sangat besar karena Petya mengenkripsi hard disk,” tambah dia.

Lebih lanjut, mantan komisaris Indosat itu menjelaskan bahwa ransomware Petya ini sebenarnya telah muncul sejak 2016.

“Pada 2016 itu diduga malware ini hanya ‘tidur’, tapi kemudian baru-baru ini muncul lagi karena ada yang memainkan, memodifikasi, dan melemparnya ke seluruh dunia,” ungkap Rudiantara.

Namun, ia tidak merinci lebih jauh terkait pelaku yang diduga menyebarkan malware tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua Indonesia Security Incident Responses Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) Bisyron Wahyudi menuturkan ada persamaan antara ransomware Wannacry dan Petya.

“Mereka itu ‘tool’-nya hampir sama, menggunakan eternalblue yang awalnya dipakai oleh US National Security Agency (NSA) atau Lembaga Keamanan Amerika Serikat. Tool-nya NSA ini bocor ke ‘hacker’ dan beberapa hacker ini menggunakan tool tersebut sebagai virus,” ungkap dia.

Terkait munculnya malware tersebut, Bisyron mengingatkan masyarakat untuk selalu melakukan “backup” data serta menggunakan sistem operasi yang asli dan diperbaharui secara berkala.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk menggunakan antivirus yang diperharaui secara berkala dan mengganti kata sandi minimal seminggu sekali.

Diberitakan sebelumnya, serangan virus ransomware Petya melanda beberapa negara seperti Ukraina, Rusia, India, Inggris, Belanda, Australia dan Amerika Serikat sejak Selasa (27/6). Serangan ini berlangsung masif merusak sejumlah infrastruktur kritis di Ukraina, seperti mesin ATM dan Bank Sentral Ukraina.

Serangan ini membuat sistem pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl mengalami gangguan. Sistem kereta dan bandara di Ukraina sampai saat ini juga belum pulih karena menjadi korban ransomware ini.

Belum lagi, serangan menghantam salah satu perusahaan minyak terbesar di Rusia, Rosneft. Virus ini juga menyerang, antara lain Maersk (perusahaan energi dan transportasi Denmark), DLA Piper British law firm, WPP British advertising and PR firm, dan Merck (perusahaan obat di Amerika Serikat). (IwanY)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

Sumber:Antara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER