Gunung-gunung tak pernah bertemu, tapi manusia bertemu dan berpisah

(pepatah Tanzania).

Warna hijau begitu cepat menyaput seluruh Canberra. Hujan yang mengguyur bumi menumbuhkan rerumputan, semak-semak dan menghidupkan kembali pepohonan yang “mati suri” di musim dingin. Pohon-pohon Sakura, malus ionensis, dan prunus sp. menguntumkan bunga berwarna-warni. Seceria itu pula tulip beraneka warna bermunculan di taman-taman kota yang berpusat di Commonwealth Park tempat acara tahunan Floriade Festival digelar pemerintah ACT[1]. Tall Kangaroo Paw (Anigozanthos flavidus), berbagai varian bunga Banksia yang seperti sikat botol, Sturt’s Desert Pea (Swainsona formosa), royal bluebell (Wahlenbergia gloriosa), dan New South Wales Waratah (Telopea speciosissima) warna merah kompak bermekaran pula di Australia National Botanic Garden.

Musim semi juga menghadirkan suasana gembira bagi burung-burung di Canberra. Mereka berkoakan dan bersiulan menyanyikan aneka nada, ada yang merdu, ada pula yang sumbang. Ocehan Australian MacPie terdengar seperti lagu Waltzing Matilda yang legendaris itu, atau cerewetnya Kookaburra menghamburkan tawanya kepada seluruh alam. Gagak hitam (raven) dengan suara beratnya bertengger di pagar-pagar kayu layaknya para preman yang meneror lingkungan di sekitarnya. Ratusan Kakaktua putih (sulphur-crested cockatoo), Kakaktua merah (galah), gerombolan Pied Currawong, aneka jenis Betet (crimson rosella), merpati, dan jalak (common myna) berlalu lalang di rerumputan atau terbang kesana kemari seperti para pemain drama diatas panggung. Pilotbirt biru dan eastern yellow robin beterbangan selicah penari balet Opera House memainkan karunia Tuhan, sayap-sayap indah mereka.

Telur-telur Australian MacPie mulai menetas di awal musim hangat ini membuat para induk sangat protektif terhadap bayi-bayi mereka. Induk MacPie, burung berwarna hitam putih seukuran burung gagak itu akan menyerang siapa saja yang lewat di dekat sarangnya sampai berkilo-kilo meter jauhnya. Lawe pernah melihat seorang pengendara sepeda dengan warna helm yang mencolok diserang burung ini saat melewati pepohonan mapple di dekat University House. Kalau sudah begini orang-orang hanya bisa tersenyum melihat kejadian lucu itu dan Canberra Times akan menjadikannya feature unik dilengkapi foto ekspresi terkejut para korban.

Fountain dengan semburan air setinggi 30 meter di Lake Burley Griffin telah dihidupkan oleh pemerintah kota. Sambil duduk-duduk di kursi yang dilindungi payung-payung berjajar di cafetaria Crawford School, para mahasiswa bisa menikmati danau buatan yang banyak didatangi burung-burung air, seperti Black Swan dan Australian pelican. Sacred ibis dan royal spoonbill yang berenang anggun sesekali mencelupkan kepalanya kedalam air untuk menangkap ikan-ikan kecil. Sedangkan Freckled duck, Australian wood duck, dan chestnut teal, berenang acak ke segala penjuru penuh keriangan. Silver gull terbang melayang kesana-kemari mencari orang-orang baik hati dan segera berteriak memanggil kawanan mereka bila telah mendapat lemparan makanan. Hal serupa dilakukan oleh purple swamphen yang sangat sopan melangkahkan kaki jangkungnya mendekati “kaum berpunya”, meski tetap saja tak akan pergi sebelum diberi makanan.

@@@

Selama satu bulan Introductory Academic Program, rangkaian tour ke Perpustakaan Nasional, Museum Nasional dan Parliament House telah dilakukan oleh para mahasiswa Crawford School diakhiri dengan tarian Aborigin lengkap dengan musik Yidokinya. Untuk menutup IAP para mahasiswa Crawford School dari jurusan public policy, economic policy dan environmental policy diajak mengunjungi Tidbinbilla Nature Reserve, tiga puluh menit berkendara dari kampus ANU. Di pagi yang hangat dengan langit cerah, para mahasiswa dan academic adviser sampai di Tidbinbilla Nature Reserve untuk acara jalan-jalan santai di the sanctuary yang akan diteruskan dengan bushwalking  menuju the Gibraltar Rock.

Lima ekor burung purba bernama Emu melenggang beriringan seperti para model catwalk di balik kawat berduri pembatas cagar alam itu, menjadi salam pembuka bagi para mahasiswa yang sedang dikenalkan dengan alam Australia. Sebuah track jalan beraspal berkelak-kelok sepanjang satu setengah kilometer bernama the sanctuary menunjukkan highlight alam liar Australia. Dari track itu para mahasiswa bisa melihat hutan sub-tropis yang didominasi pohon-pohon eucaliptus, dimana nampak beberapa Koala yang bertubuh gendut mendekap dahan pohon yang menjulang tinggi sambil makan daun-daun eucaliptus dengan lahapnya. Melewati jembatan sungai kecil dengan suara gemericik ditingkahi kilatan sisik ikan-ikan kecil didalamnya, melintasi jembatan baja berongga beberapa inci diatas rawa-rawa penuh dengan aneka burung air, serta melewati bendungan air dengan rerumputan yang menyembul-nyembul tempat hidup mamalia air yang berparuh bebek, platypus sebuah pengalaman tak terlupakan bagi Lawe dan kawan-kawannya.

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Gibraltar Rock melewati lembah yang menanjak. Kanguru berloncatan di lembah berpadang rumput luas dengan latar belakang bukit-bukit seperti era Jurrasic. Mereka bergerombol membentuk kelompok yang terdiri dari 10 sampai 15 ekor, melihat para pengunjung dengan ekspresi curiga. Beberapa bayi kanguru terlihat menyembulkan kepalanya dari kantong induknya. Matahari sebesar tampah menjadi latar belakang pemandangan sore itu. Beberapa mahasiswa mengabadikan pemandangan eksotis itu dengan kamera SLR-nya. Rasa lelah perjalanan menanjak menyusuri perbukitan menuju puncak Gibraltar Rock serasa hilang saat mencapai puncak bukit dimana pemandangan “aneh” batu-batu bertojolan menuturkan jaman prasejarah Australia.

Benua Australia selama jutaan tahun terisolasi dari bagian dunia lainnya. Bagaimanapun, fosil dedaunan mengkonfirmasi bahwa dua milyar tahun yang lalu pulau raksasa ini pernah terhubung dengan daratan India, Amerika, Afrika dan Kutub Selatan. Dinosaurus pernah menghuni pulau raksasa di selatan ini sampai punah setelah meteor raksasa menghantam bumi. Benua Australia terbentuk sekitar lima puluh juta tahun yang lalu dan terpisah dari keempat dataran lainnya. Terra Australis, demikian nama kunonya, sebagian besar merupakan padang pasir yang tandus dengan Uluru, sebuah batu raksasa di tengahnya yang menjadi tempat suci bagi kaum Aborigin yang datang sekitar 50 ribu tahun lalu.

Daratan raksasa ini, terutama di pesisirnya yang lebih subur dan cukup air, didominasi berbagai pepohonan dari jenis eucalyptus sebagai makanan hewan-hewan khasnya yaitu mamalia marsupial. Hewan-hewan ini, misalnya kanguru, anehnya dilahirkan dalam keadaan prematur berukuran sekitar satu sentimeter bernama neonatus. Secara instingtif lalu neonatus ini merangkak lemah meraih bulu-bulu induknya untuk menemukan puting susu (nipples) yang terletak di dalam kantung, sebuah tempat teraman untuk iklim sub-tropis Australia yang ekstrim. Di dalam kantung ini bisa terdapat tiga generasi anak kanguru dengan kebutuhan jenis susu yang juga tak sama.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama