“Tak mungkin, mas, ndak keluar uang,” sebut seorang teman, ketika ‘nyaleg‘ tingkat kabupaten, 2014 yang lalu. Hasilnya, ia tidak terpilih karena ‘hanya’ keluar uang kurang lebih dua puluh juta saja, kalah dengan yang bermodal hingga ratusan juta.

Bahkan, ada yang bilang, biaya resmi perhelatan pesta demokrasi sampai bertrilyun-trilyun! Bagaimana biaya yang tidak resmi?

Sepertinya tak habis pikir, bukankah selalu slogannya “demi negara dan bangsa”, seharusnya berjuang tanpa pamrih? Mengapa besar sekali uangnya?

Barangkali demikian yang terbersit di pikiran anak lulusan SMA yang selalu dicekoki idealisme kehidupan sebening aquarium yang damai, di kelas-kelas berdinding dan sekolah berpagar. Seharian bahkan. Namun, dunia “luar” yang akan ditemui, terutama di dalam politik, bisa jadi laksana sungai kota penuh sampah dan penyakit, kotor penuh intrik. Bisa jadi.

Tidak diketahui, kapan mulainya pemilihan wakil rakyat bisa menjadi mahal seperti sekarang. Atau apa sejak dahulu di awal-awal kemerdekaan? Sepertinya, banyak para pahlawan kemerdekaan sangat bersahaja dengan segala perjuangannya, tidak berniat membuat demikian.

Kalau dari beberapa penjelasan, masuk akal juga kalau biaya yang dikeluarkan calon wakil rakyat itu besar. Sebagaimana halnya sebuah produk, perlu promosi. Tak kenal maka tak dilirik. Promosi perlu biaya yang tidak sedikit, melibatkan tim yang seringkali kurang profesional, karena serabutan lima tahunan. Ini efek ‘pasar’ dari sebuah kontestasi kepimpinan.

‘Pasar’ bukanlah tempat yang ‘bersih’. Bahkan Baginda Rasulullah menyebutnya sebagai tempat terburuk. Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, beliau berkata :

قَوْلُهُ وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا لِأَنَّهَا مَحَلُّ الْغِشِّ وَالْخِدَاعِ وَالرِّبَا وَالْأَيْمَانِ الْكَاذِبَةِ وَإِخْلَافِ الْوَعْدِ وَالْإِعْرَاضِ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا فِي مَعْنَاهُ

Sabda Nabi: “Dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar”. Hal tersebut karena pasar adalah tempat kecurangan, penipuan, riba, sumpah palsu, ingkar janji, dan berpaling dari mengingat Allah, dan lain-lain yang semakna dengan ini (Syarh Shahih Muslim 5/171)

Benar saja. Menyerahkan kepemimpinan ke sistem pasar memang memancing kecurangan, penipuan, dan ingkar janji. Namun, Nabi tetap ke pasar, sahabatnya juga. Artinya, bukan kemudian ditinggalkan atau dijauhi, namun perlu “diurus” atau mengimbangi keburukan dengan kebaikan. Idealisme dijadikan “peringatan” agar tidak kebablasan.

Jika kemudian secara berlarut-larut arah demokrasi hanya dimenangkan oleh pemilik kekayaan, apakah idealisme terkubur dalam-dalam? Untungnya, tidak. Masih ada nurani untuk saling bersinergi, walau tantangannya semakin berat karena melibatkan keculasan dan fitnah para pihak yang haus kekuasaan.

Sinergi untuk mengarungi dunia politik perlu ‘mahar’, layaknya perjanjian suci pernikahan. Apakah emas 24 karat atau seperangkat alat shalat, tentu tak perlu jadi fitnah. Namun, pihak lain pantas khawatir, dan bisa jadi akan lakukan segala cara, karena sistem pemilu hanya melahirkan menang dan kalah.

Lebih berat lagi, sistem demokrasi dengan pemilu sangat mudah diintervensi oleh media. Media juga dengan mudah dikendalikan pemiliknya masing-masing, penguasa ekonomi juga ternyata. Juga media luar negeri, terkait kepentingan politik negaranya terhadap Indonesia.

Faktor ‘kalah-menang’ sistem ‘pasar’ demokrasi memunculkan oportunis-oportunis yang memanfaatkan kekuasaan demi kelanggengan, sebagai sifat dasar koruptif, merajalela untuk memperbesar lebar kesenjangan. Semakin lebar, semakin tak terkalahkan.

Demokrasi mahal, memang itu yang terjadi. Politik mahar, tidak bisa dihindari. Jika muncul banyak korupsi, hanya bisa mengusap dada menguji kesabaran. Jika ada yang menyatakan bahwa dengan demokrasilah negara-negara maju bisa makmur, maka ketahuilah mereka menimpakan ketimpangan dan kesenjangan ke luar negaranya, seperti ke Indonesia.

Bagi orang yang beriman, tak akan ada kesedihan dan kekhawatiran. Itu semua hanyalah ujian dunia, dan berharap untuk akhirat saja, dengan terus memberi peringatan dan berbuat kebaikan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama