Belajar dari Praktik Internasional
Negara-negara maju pun tidak memaknai deklarasi bencana nasional secara serampangan. Amerika Serikat, Jepang, hingga Filipina menggunakan deklarasi nasional terutama untuk membuka akses dana darurat dan koordinasi ketika bencana murni bersifat alamiah.
Tetapi untuk bencana yang memiliki jejak kuat kesalahan sistemik manusia dan indikasi melalaikan regulasi, pendekatan mereka lebih hati-hati: korban cepat dan segera ditolong, hukum tetap berjalan, dan tanggung jawab tidak disederhanakan.
Indonesia justru akan naik kelas dalam tata kelola bencana bila mulai membedakan secara jujur antara “bencana alam” dan “bencana tata kelola”.
Pelajaran Paling Penting: Jangan Ulangi Lagi
Publik berhak menagih lebih dari sekadar bantuan. Tragedi ini harus menjadi titik balik nasional dalam mengelola hutan dan DAS. Artinya, setelah korban tertangani, negara wajib: membuka data penyebab bencana secara transparan; melakukan audit forensik izin tambang, kehutanan, dan PLTA di DAS kritis.
Menegakkan hukum tanpa pandang bulu, hukum seberat-beratnya karena mereka telah menghilangkan nyawa ratusan bahkan berpotensi ribuan rakyat kita; membenahi tata ruang agar berbasis risiko ekologis, bukan kepentingan jangka pendek.
Di sinilah makna sejati kehadiran negara diuji bukan pada spanduk deklarasi status“Bencana Nasional“, tetapi kali ini pada keberanian dan ketegasan Pemerintahan Presiden Prabowo mencegah dan memastikan kepada rakyatnya bahwa tragedi serupa tidak terulang di seluruh wilayah Indonesia.
Negara Kuat Bukan Negara yang Mudah Menyerah pada Label
Menyebut atau tidak menyebut “bencana nasional” bukan soal gengsi politik atau kepekaan komunikasi atau desakan publik domestik dan luar negeri. Ini soal pilihan strategi negara yang tepat dan menyentuh essensial pola penanganannya.
Negara yang kuat adalah negara yang mampu berkata: rakyat kami lindungi sepenuhnya dengan spenuh hati, tetapi kesalahan tidak akan kami ampuni, siapapun yang melakukannya.
Jika manajemen jenazah baik (evakuasi jenazah, Pemulasaraan menurut agama masing-masing korban, pemakaman massal atau keluarga secara terhormat), korban diselamatkan, keadilan ditegakkan, lingkungan dibenahi, dan tragedi serupa tidak terulang maka sesungguhnya negara telah hadir dan nyata menjalankan tugasnya, dengan atau tanpa label nasional. Dan di situlah letak pencerahan dan penerimaan yang paling penting bagi kita semua.
—————————————————————————————
*) Ketua Persatuan Profesor/Gurubesar Indonesia (DPD PERGUBI) Prop. Jawa Timur. Gurubesar Universitas Ciputra Surabaya
Contact: +62 811-339-762
