Selain itu, Gubernur juga bisa mengambil kesempatan hak jawab untuk melakukan pembuktian. Kalau tidak ada jawaban dari gubernur, artinya tidak ada upaya untuk membuktikan. Publik akan berpikir apa yang ditulis oleh Harian Haluan sebagai sebuah kebenaran yang berupaya hendak ditutupi.

Sebagai orang tuanya warga Sumbar, Gubernur tidak memberikan teladan yang baik. Jika semua kepala daerah yang dikritik oleh media melaporkan kepada polisi, pemerintahan lokal tingkat kabupaten dan kota bisa tidak berjalan efektif. Kritik sudah menjadi sebuah dugaan kriminal.

Gubernur juga tidak jelas merumuskan tujuan dari laporannya. Apakah untuk menutup Harian Haluan? Mendesak permintaan maaf? Atau apa? Semuanya masih belum terlalu jelas. Kalau ingin mencari keadilan, jelas UU kita mengamanahkan untuk mengadu ke Dewan Pers, bukan polisi.

Bagi saya, pemimpin harus memiliki kesabaran ekstra. Jangankan gubernur, Ketua RT saja bisa dikritisi oleh warganya. Apalagi berhadapan dengan media, jelas ini kecerobohan. Mandat bagi media dalam demokrasi adalah menjaga rasionalitas publik, jangan ditakut-takuti kawan-kawan pers dengan membawa-bawa nama polisi.

Di luar masalah hukum, Gubernur Irwan Prayitno tidak menghayati public official ethics. Tidak ada perangkat argumentasi yang kokoh kenapa gubernur harus menggunakan jalur hukum, selain persoalan warga negara. Jabatan gubernur adalah sesuatu yang melekat. Seorang gubernur tidak bisa melepaskan status lengkap dengan etika publiknya dengan dalih menuntut keadilan sebagai warga negara.

Kalau hari ini, Gubernur melangkahi etika untuk memperkarakan pengritiknya di meja hijau. Besok-besok jika kembali melangkahi etika, maka gubernur mungkin saja memasukan rakyatnya yang lain ke dalam penjara, misalnya ada yang tak sengaja kebawa sendal Pak Irwan di mesjid, bisa saja berujung jeruji.

Sekali lagi, ini bukan soal hukum. Ada seorang pemimimpin melupakan etika, yang harus sama-sama kita ingatkan agar semakin dicintai rakyat. Harusnya, media kritis dipelihara agar bisa menjadi kucing yang membasmi tikus-tikus yang bersarang.

Saya harap apa yang saya duga lebih banyak salahnya. Semoga berita-berita yang muncul di media bukan hanya cerita yang disenangi penguasa. Momentum 20 tahun reformasi harus menjadi sarana evaluasi untuk mempertanyakan seberapa besar komitmen kita terhadap demokrasi yang saya tahu Pak Gubernur juga pernah ikut memperjuangkannya. Media adalah kawan, bukan mesin pembunuh. (ARif R)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama