Jika ditelusuri secara mendalam cara berpikir Prof. Mahfud MD, kecacatan argumen itu nampak dalam aspek epistemologisnya.

Prof. Mahfud MD menggunakan logika silogisme, padahal seharusnya kalau bicara hukum Islam menggunakan pendekatan penalaran ushul fiqih. Di sinilah cacat epistemologis yang ada dalam penalaran Prof. Mahfud MD mengenai istilah “sistem baku khilafah”.

Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat ilmu yang bicara mengenai asal usul (source) dari suatu pengetahuan dan bagaimana metode (method) yang dipakai untuk menemukan suatu pengetahuan.

Jika bicara hukum Islam, misalnya untuk menentukan status suatu perbuatan apakah ia wajib, atau sunnah, atau mubah, maka penalaran yang digunakan, yaitu proses istinbath (penyimpulan) hukum dari sumber hukumnya, semestinya menggunakan penalaran ushul fiqih. Inilah epistemologi yang benar, bukan menggunakan logika sebagaimana Prof. Mahfud MD.

Dalam istilah “sistem baku khilafah”, nampaknya Prof. Mahfud MD menggunakan salah satu cara inferensi (penarikan kesimpulan) yang ada dalam ilmu logika (manthiq), yaitu silogisme. Premis mayor (muqaddimah kubra) yang ada adalah; segala sesuatu yang tidak baku berarti hukumnya tidak wajib. Sedang premis minor (muqaddimah shughra)-nya; khilafah tidak baku. Maka kesimpulan (conclusion, natijah) yang diperolah adalah; sistem khilafah tidaklah wajib.

Demikianlah kira-kira proses penalaran yang digunakan Prof. Mahfud MD.

Sebenarnya, penggunaan logika (termasuk silogisme) tidaklah selalu salah. Penggunaan logika termasuk silogisme boleh-boleh saja, tetapi ada syaratnya. Syekh Taqiyuddin An Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir) dalam kitabnya At Tafkiir (1973 : 13-14) menerangkan bahwa penggunaan logika disyaratkan premisnya haruslah berupa suatu proposisi yang diyakini kebenarannya atau harus merupakan suatu realitas yang terindera (al waqi’ al mahsuus). Jika tidak memenuhi syarat ini, maka suatu penalaran dengan logika akan dapat menimbulkan kesalahan penalaran atau kesesatan (qaabiliyah al dhalaal), dan bahkan dapat menimbulkan kontradiksi (at tanaaqudh) dalam satu persoalan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama