Wacana pemotongan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) beragama Islam sebesar 2.5% untuk dialokasikan sebagai zakat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bagi yang pro dengan wacana ini merasa dimudahkan dalam membersihkan penghasilannya sesuai dengan perintah agama Islam. Bagi yang kontra dengan wacana ini memiliki beberapa alasan. Sebagian berpendapat bahwa zakat adalah ranah ibadah/pribadi dan sebagian juga mempertanyakan alokasi pemotongan zakat tersebut apakah disalurkan kepada yang berhak menerima zakat.
Dalam kondisi semacam ini tentunya kita harus mengembalikan hal ini sesuai dengan hukum agama Islam yang mengatur tentang zakat :
1. Zakat adalah kewajiban umat Islam.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At Taubah: 103).
Dengan pemerintah melibatkan dirinya dalam pengambilan zakat, tentunya ini akan meringankan para wajib zakat. Kesibukan dalam bekerja atau menjalankan usaha seringkali membuat kita lupa akan kewajiban dalam menuaikan zakat.
2. Zakat sebagai solidaritas umat.
Hal ini tentunya sesuai dengan firman Allah Swt :
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu” (QS. Al Qoshosh: 77).
Didalam harta yang kita peroleh terdapat hak-haknya fakir miskin. Dengan zakat ini maka kita dapat membantu kepada sesama saudara kita dengan cara lebih sistematis.
3. Jalan kebaikan bagi pembayar zakat.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw :
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
“Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, melainkan mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.” (HR. Ibnu Majah no. 4019).
Luar biasa manfaat dari zakat yang akan kita keluarkan, baik buat penerima zakat maupun pembayar zakat.
Adapun sehubungan dengan adanya pendapat “kontra” yang meragukan untuk penyaluran zakat maka pemerintah berkewajiban untuk memberikan kepastian dalam pengelolaan zakat :
‘1. Penyaluran zakat
Dalam firman Allah Swt:
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَـٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱلۡعَـٰمِلِينَ عَلَيۡہَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُہُمۡ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَـٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةً۬ مِّنَ
ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَڪِيمٌ۬
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk [memerdekakan] budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At-Taubah: 60).
Tentunya Kementrian Agama Republik Indonesia harus mampu mengemban “amanat” ini dengan baik. Selain tanggung jawab secara horisontal kepada masyarakat dalam bentuk transparasi data dan juga secara vertikal kepada Allah Swt.
Kemenag harus menampung aspirasi masyarakat mengenai pengelolaan zakat ini.
2. Payung hukum yang jelas.
Dengan adanya payung hukum yang jelas tentang pengaturan zakat ini, tentunya para pembayar zakat akan mendapat kepastian hukum dan keyakinan.
Dalam masalah zakat terhadap pajak, pemerintah sudah memiliki payung hukum, antara lain sebagai berikut :
a. UU No.23/2011
“Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak”
b. UU No.17 Tahun 2000
“Yang tidak termasuk sebagai obyek pajak adalah bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak”
c. Perdirjen Pajak No. PER-15/PJ/2012.
Mengatur tentang lembaga yang menerima zakat antara lain : Badan Amil Zakat Nasional, LAZ Dompet Dhuafa Republika, LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia dst (berjumlah 21 badan/lembaga).
Tentunya umat muslim sangat terbantu dengan adanya wacana ini, dikarenakan dimudahkan dalam menuaikan kewajibannya sebagai umat Islam.
Tidak perlu repot dalam menghitung zakat yang harus dibayarkan dan kemana harus menyetorkan. Dalam hal ini pemerintah terutama Kemenag RI harus memiliki komitment yang kuat dalam mengelola zakat ini.
Apakah ini akan menjadikan rasa “iri” umat Islam terhadap penganut agama lain dalam masalah pemotongan gaji untuk zakat?
Tentunya tidak, malah seharusnya yang iri itu umat agama lain, dikarenakan masalah syariat Islam yang kita jalankan dibantu dengan semaksimal mungkin oleh pemerintah.
Dalam firman Allah Swt :
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya :”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.” (QS Ali Imran 180).
Inilah sebagai tahapan-tahapan agar kita dimudahkan dalam menjalankan syariat agama Islam dengan sebaik-baiknya.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”