Bangsa Indonesia sudah merdeka selama 73 tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Pasang surut politik dan ekonomi menghiasi perjalanan negeri ini. Lahirnya patriot-patriot sejati bangsa ini yang ditempa oleh kondisi politik diikuti juga lahirnya “pengkhianat-pengkhianat” bangsa yang mementingkan kepentingan pribadinya.

Prabowo Subianto, seorang pensiunan TNI berpangkat Letnan jenderal yang lahir 17 Oktober 1951 termasuk sebagai putra terbaik bangsa ini. Ungkapan ini kemungkinan dianggap sebagai pemujaan yang mengada-ada di mata lawan politiknya. Bahkan sebagian beranggapan bahwa beliau adalah tentara “pecatan” yang diberhentikan dengan tidak hormat dari kedinasannya dan bahkan dianggap “kabur” ke Yordania. Bagaimana mungkin beliau bisa dianggap sebagai seorang patriot sejati?

Kejadian masa reformasi 1998 menempatkan beliau di posisi yang dilematis, dibaratkan sebagai buah simalakama. Sebagai Panglima Komando Strategis (Pangkostrad) yang mengendalikan pasukannya dan sebagai menantu seorang kepala negara saat itu. Beliau tetap mampu memposisikan dirinya sebagai seorang prajurit dengan kesetiaannya pada bangsa ini. Isu kudeta yang menimpa beliau tidaklah menjadikannya menjadi seorang yang putus asa. Jika setelah kejadian tahun 1998, beliau pergi ke Yordania dan dianggap sebagian kalangan melarikan diri, kenapa tidak dilakukan tindakan deportasi untuk mengembalikan ke Indonesia?

Beliau sekarang kembali ke pangkuan ibu pertiwi dengan mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Bagaimana mungkin seorang “perwira pecatan” mampu mendirikan partai yang mampu menarik minat rakyat Indonesia?. Beliau tak pernah kenal lelah untuk bersuara dan kritis untuk ikut memberikan andil bagi pembangunan bangsa ini. Bahkan dengan berani bertarung untuk ikut pemilihan presiden meskipun gagal, tapi beliau tak pernah menyerah. Pengkhianatan oleh teman seperjuangan dalam partai beliau alami, tetapi tetap tak menyurutkan semangat beliau. Bahkan meskipun sebagian orang menyindir beliau sebagai “Capres Abadi”, beliau tetap tak menyerah. Keinginannya untuk berperan aktif terhadap kemajuan bangsa sangatlah kuat, didasari dengan mental prajurit untuk setia kepada bangsa dan negara ini. Bahkan runtuhnya rumah tangga beliau tak mampu membuat hati dan jiwanya menjadi kerdil untuk tetap tampil memimpin partainya maju dalam kancah perpolitikan bangsa ini.

Beliau sebenarnya mampu jika ingin hidup tenang tanpa hiruk pikuk perpolitikan di negeri ini. Hidup tenang bersahaja menjadi pengusaha untuk mengisi hari-harinya dengan mengarang buku atau memberikan masukan-masukan kepada bangsa ini. Untuk menjadi pejabat di negeri ini bukanlah hal yang mustahil bagi beliau dengan kemampuan dan pengalamannya.

Jiwa dan hatinya betul-betul terbuat dari baja yang sangat tahan terhadap segala cobaan. Hinaan dan sindiran sudah jadi santapan sehari-hari bagi beliau. Hal itu tidaklah menimbulkan rasa dendam yang mendalam bagi beliau. Orang yang dianggap sebagai kawan berubah menjadi lawan, tidaklah membuat beliau merasa lelah.

Patriot sejati memang layak disematkan pada bahu dan dada beliau. Kepergiannya dianggap sebagai “pesakitan” oleh sebagian anak bangsa ini, akan tetapi masih memiliki keinginan untuk kembali ikut mengisi pembangunan di usianya yang senja. Bangsa ini sudah seharusnya bersyukur memiliki putra bangsa seperti Bapak Letjend Purn Prabowo Subianto, yang tetap memiliki keinginan yang kuat untuk berperan aktif. Buat siapa beliau melakukan semua ini?. Apakah buat keluarganya atau buat siapa?

Bagaimana seorang Prabowo Subianto membuat semacam politik dinasti?

Semoga beliau tetap istiqomah dan selalu berjuang dalam pembangunan bangsa ini. Bukanlah karena hasil yang akan beliau dapat yang akan dikenang, akan tetapi proses perjalanan beliau adalah sebuah pelajaran berharga bagi putra-putri bangsa ini untuk memahami menjadi seorang patriot sejati bangsa.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama