Impor beras yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia menimbulkan kegaduhan yang luar biasa di masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat, pejabat publik, bahkan sampai ahli-ahli non pangan memberikan pendapatnya baik yang pro maupun kontra dengan kebijakan tersebut. Apalagi pada saat yang bersamaan di beberapa daerah sedang melakukan panen raya padi sebagai bahan makanan pokok masyarakat.
Semua ini diawali dengan naiknya harga beras yang cukup signifikan. Di warung pengecer biasa belanja per karung @25 kilogram Rp 240.000,- menjadi Rp 320.000,- (berdasarkan data penulis yang memiliki warung pengecer beras) yang secara otomatis bagi masyarakat pemakai langsung mengalami kenaikan harga per liter dari Rp 8.000,- menjadi Rp 11.000,- (dengan asumsi per 25 kilogram antara 30 – 31 liter beras).
Dengan kaca mata awam bukan sebagai importir beras, bagaimana mungkin bisa import secepat itu begitu harga naik langsung beras import masuk. Sungguh sesuatu hal yang sangat susah untuk memahaminya. Apakah sudah ada perkiraan jika pada awal Januari 2018 beras akan naik, sehingga sudah didahului dengan pengajuan import ke suplier beras di luar negeri?
Tentunya pejabat berwenang lebih memahami bagaimana prosedur dalam pengadaan beras import tersebut.
Di daerah pedesaan, sebagai contoh di Pedalaman Suku Badui, Lebak, Banten sudah menjalankan sistem lumbung padi sebagai antisipasi terhadap masa paceklik sebelum menyongsong masa panen. Hal ini ditujukan untuk dapat menjaga stabilitas pangan di daerah tersebut.
Lumbung padi ini ada yang merupakan milik pribadi ataupun kelompok, yang dibangun secara bersama-sama dalam satu kawasan untuk memudahkan dalam penjagaan dari gangguan hewan liar ataupun pencurian.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari lumbung padi ini :
- Kestabilan Pangan
Dengan tersedianya lumbung padi ini, maka saat masa tanam padi sampai dengan masa panen kembali, masyarakat akan merasakan ketenangan dalam bekerja di ladang, sawah atau bahkan diluar daerah. Bahan pangan sudah tersedia untuk dikonsumsi sampai dengan masa panen yang akan datang.
2. Kerukunan Warga
Pembangunan dan penjagaan lumbung padi yang dilakukan oleh masyarakat secara bergiliran tentunya akan meningkatkan kerukunan di lapisan masyarakat. Begitu juga saat pembongkaran lumbung padi, banyak sebagaian masyarakat yang secara sukarela meminjamkan simpanan padinya untuk digunakan oleh masyarakat yang lain yang memiliki kebutuhan yang lebih banyak. Rasa kerukunan inilah yang sekarang mulai memudar di kalangan masyarakat.
3. Pola Tanam yang Teratur.
Dengan tersedianya lumbung padi, masyarakat pertanian akan dapat melakukan pola tanam dengan lebih baik. Secara umum pola tanam di masyarakat adalah dua kali panen padi dan satu kali panen palawija. Tentunya masyarakat pertanian tidak akan terlalu mengkhawatirkan akan tersedianya bahan pangan dengan adanya lumbung padi tersebut.
Adapun ada beberapa hal yang menghambat Lumbung Padi :
- Sistem Ijon
Sistem ijon atau penjualan hasil pertanian sebelum masa panen seringkali dilakukan oleh petani. Hal ini dilakukan dikarenakan kebutuhan hidup yang diakibatkan oleh tidak tersedianya tabungan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal inilah yang terkadang menjadi bumerang bagi petani sendiri. Harga ijon yang jauh dari hasil panen tentunya akan memberatkan bagi petani tersebut.
2. Pola Tanam Yang Tidak Serentak.
Pola tanam petani yang tidak serentak dalam suatu wilayah akan mengakibatkan kesulitan petani dalam pengisian lumbung padi. Akibat lain dari pola tanam tidak serentak adalah gangguan hawa padi yang akan jauh lebih berbahaya, karena hama tersebut dapat menyerang tanaman padi secara berurutan berdasarkan usia tanam padi. Keberagaman varietas padi yang ditanam dalam satu wilayah tentunya juga akan membuat kuantitas hasil tani jadi rendah. Perbedaan tersebut tentunya akan berpengaruh pada masa pertumbuhan dan panen tanaman padi yang akan jadi sarana wabah hama tanaman menyerang pada tanaman tersebut.
Kenaikan harga beras tentunya menjadi berkah tersendiri bagi petani, hanya terkadang pihak petani tidak dapat merasakan langsung akan kenaikan harga tersebut. Padi-padi hasil pertanian sudah terlebih dahulu dibeli oleh para tengkulak dengan harga rendah dan dijual lagi pada saat harga tinggi.
Kebijakan impor beras seakan sebagai solusi instan yang terlalu mudah diluncurkan, akan tetapi solusi jangka panjang belum dilakukan. Pembangunan lumbung padi dan juga koperasi sebagai penerima hasil panen dan juga penyalur bibit dan sarana pertanian pada masyarakat harus segera diterapkan dengan sebaik-baiknya.
Akan menjadi “lelucon” yang sangat tidak lucu jika kita sebagai negara agraris yang memiliki sawah yang sangat luas melakukan impor beras dari luar negeri. Harapan kita justru sebaliknya, seharusnya negara kita adalah sebagai exportir beras.