Setiap ibu secara fitrah tidak akan pernah berat mengasuh anaknya. Sifat kasih sayang ditanamkan dalam lubuk hati berasal dari rahmat Allah, melekat sebagai bagian wujud kemanusiaannya.

Semakin menua, seorang ibu sehebat apapun tetap harus mengikuti sunnah Allah, mendekat kepada kematian.

“Ginjal ibu sudah rusak,” kata dokter yang memeriksa. Sanak saudara seperti tersentak tidak terima. Hanya kemudian, sang kakak sulung yang juga dokter menenangkan, sekaligus mengingatkan bahwa itulah yang harus dihadapi semua makhluk.

“Senangkanlah hatinya…” pesannya. Sakit tua harus diterima. Satu persatu organ tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Anak-anaknyalah yang mesti merawatnya.

Demikianlah alur hidup itu, seorang anak yang bertambah dewasa akan dibebani merawat orangtuanya, seimbang dengan beban yang diterima ibu saat merawatnya di kala kecil, seharusnya. Namun, sepertinya memang tak ada yang sanggup melakukannya.

Seorang ibu sudah berkorban dengan bagian tubuh rusak demi anaknya, dan ketika benar-benar harus diganti, tak satupun anak yang bisa memenuhinya.

Tidak mungkin seseorang bisa melunasi apa yang diberi seorang ibu kepadanya, sehingga tercelalah bagi yang tidak mau bersyukur kepada ibunya. Karena, sama saja menafikan rahmat kasih saying Allah melalui kasih seorang ibu.

Hanya merendahkan diri dan menyenangkan hati yang bisa dilakukan. Sakit badan bisa diterima, namun sakit hati dan perasaan sangat berat tanggungannya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama