SERUJI.CO.ID.- Peringatan Tahun Baru Masehi merupakan budaya asli Eropa yang diimpor ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Sebelum Belanda menjajah Indonesia, rakyat Indonesia hanya mengenal kalender Hijriyah dengan awal tahun 1 Muharam. Namun masyarakt Islampun tidak melakukan upacara khusus dalam memasuki pergantian tahun Hijriah. Bahkan cendrung tidak ada perbedaan dengan hari lainnya.

Diawalnya menyambut tahun baru di Indonesia hanya pada kalangan terbatas Seiring dengan menyambut natal, tahun baru diperingati oleh kaum Kristiani. Mereka memperingatinya pada tempat terbatas dan tidak ada hingar bingar serta pesta pora penyambutan pergantian tahun.

Bagi ummat Kristen, perayaan Tahun baru merupakan salah satu bagian dari paket perayaan Natal. Buktinya hari Natal dan Peringatan Tahun baru satu paket adalah dari ungkapan ungkapan ‘Merry Christmas’ (Selamat Natal) yang umum di Eropa selalu diikuti ucapan ‘and Happy New Year’ (dan selamat Tahun Baru).

Di Eropa dan negeri barat lainnya, bentuk perayaan ‘Merry Christmas and Happy New Year’ ini sangat khas dan tidak pernah berubah sejak zaman Romawi Kuno. Kalaupun ada perbedaan, hanya berupa alat-alat dan busana yang semakin modern sedangkan substansinya tetap sama.

Sekarang, Natal dan Tahun Baru selalu disambut dengan pesta besar-besaran; malam akhir tahun ditunggui. Nyanyian dilantunkan, lonceng tengah malam pun dibunyikan dengan standarnya biasanya lonceng gereja. Kembang api dinyalakan dan terompet ditiup memecahkan kesunyian malam. Disaat pergantian tahun ucapan ‘Merry Christmas and Happy New Year’ pun diteriakkan. Tak lupa pula, campur bebas pria dan wanita yang bukan muhrim turut ‘memeriahkan’ acara itu.
Menurut budayawan Betawi Ridwan Saidi, dalam kamus budaya Betawi sejak dulu tidak ada perayaan tahun baru. Pada ummat Islam dari suku lain juga tidak ada perayaan khusus menyambut tahun baru. Tahun baru mulai diperingati meriah sejak zaman Ali Sadikin jadi gubernur DKI Jakarta.

Realita dilapangan memperlihatkan bahwa dari tahun ke tahun remaja semakin kelewatan dalam merayakan tahun baru. Mereka menganggap hari pergatian tahun adalah hari spesial yang mereka boleh melakukan apa saja. Remaja yang bukan muhrim asyik berpelukan dan berciuman. Beberapa di antara mereka ada yang menari dan menyanyi sambil menenggak minuman keras. Pesta itu mereka lakukan hingga menjelang pagi.

Terompet yang banyak dijual untuk menyambut tahun baru, merupakan tradisi Yahudi dalam menyambut tahun baru. Alat musik ini juga dibunyikan ketika tentara akan berperang. Selain itu teropet juga digunakan oleh ummat Yahudi untuk mengumpulkan manusia saat mereka ingin beribadah dalam sinagoge.

Topi berbentuk kerucut yang dijual kepada anak-anak untuk memperingati tahun baru juga punya sejarah khusus. Irena Handono mengatakan bahwa pada masa Raja Ferdinand dan Ratu Isabela (keduanya penganut Kristiani) berkuasa di Andalusia, mereka akan memberikan jaminan hidup kepada orang Islam dengan satu syarat, yakni keluar dari Islam. Untuk menunjukkan bahwa mereka telah keluar dari Islam atau murtad adalah dengan menggunakan baju seragam dan topi berbentuk kerucut dengan nama Sanbenito. Jadi, Sanbenito adalah sebuah tanda berupa pakaian khusus untuk membedakan mana muslim yang sudah murtad. Bagi yang tidak memakai Sanbenito, mereka akan dibantai. .

Sekarang berbagai dalih digunakan untuk membenarkan keabsahan peringatan tahun baru masehi dikalangan ummat Islam. Dengan alasan toleransi, modernisasi dan menggaet wisatwan kegiatan ini dilegalkan

Jauh hari Rasulullah telah memperingatkan ummat Islam agar hati-hati terhadap budaya dan gaya hidup ummat lain. Jika tidak hati hati, maka sedikit demi sedikit identitas sebagai muslim akan tergerus.

“Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lobang biawak gurun tentu kalian akan mengikutinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud).

Rasulullah menolak ketika ada sahabat yang mengusulkan menggunakan terompet untuk memanggil kaum Muslimin guna mendirikan sholat berjamaah.

“Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.” (HR Abu Dawud)

Sekarang apa yang dikhawatirka Rasulullah sudah terjadi. Ummat Islam sudah ikut budaya dan gaya hidup non muslim tanpa merasa bersalah. Islam hanya tinggal di lorong masjid dan mushalla. Sementara dari kehidupan muslim, Islam semakin jauh. ( Elfizon Amir)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama