Kotawaringin Barat – Undang Undang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) yang telah disahkan pada 12 Pebruari 2018 banyak mendapatkan kritik dan penolakan dari sejumlah pihak. Pasalnya, Undang Undang tersebut dinilai akan menjadi tameng keselamatan bagi anggota DPR itu sendiri dan akan membungkam sikap kritis dari masyarakat.
” Banyak pasal yang bisa memenjarakan rakyat. Ini namanya membunuh demokrasi dan kriminalisasi terhadap sikap kritis dari masyarakat, ” Ucap Ketua Aliansi Pemuda Dayak, Muhammad Yusuf saat ditemui di Kediamannya, Selasa (27/2) siang.
Menurutnya, UU MD3 justru semakin buruk dibanding jama orde baru yang mana saat itu masyarakat tidak berani bersuara. Bahkan, lanjutnya, hal ini akan menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat.
” Ada pasal yang kami anggap membahayakan sikap kritis masyarakat. Salah satunya adalah pemanggilan paksa oleh pihak kepolisian, dengan demikian wajar lah jika masyarakat takut, ” terang dia.
Seperti diketahui, Senin (12/2) yang mana DPR merevisi Undang Undang nomor 17 tahun 2014 yang mana dalam UU MD3 ada pasal yang dinilai menguntungkan DPR. Pasal tersebut adalah, pemanggilan paksa, imunitas, dan bisa mengkriminalisasi penghinaan terhadap DPR.
Menanggapi hal tersebut, Tri Yanto, Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Kalimantan Tengah angkat bicara jika dirinya belum bisa memberikan keterangan yang lebih luas. Karena, imbuhnya, meski sudah disyahkan tapi belum ditanda tangani oleh Presiden dan belum ada edaran ke daerah.
” Meski sudah disyahkan tapi belum ditandatangan oleh Presiden. Apakah perubahan tersebut akan menyentuh pada lewel DPRD Propinsi maupun Kabupaten, kami masih menunggu, ” tulis Tri Yanto melalui pesan singkatnya pada selasa malam.
Selain itu pula, Triyanto juga menjelaskan jika
DPR adalah sebuah profesi sama halnya seperti PWI atau PGRI dan asosiasi profesi lainya. Tentunya, kata dia, juga butuh Undang Undang yang menjamin hak imunitasnya.
” Saya pikir tidak perlu ditakutkan berlebihan bila memang ada hal-hal yang menurut masyarakat kurang pas ya saluranya adalah judivial review ke Mahakamah Konstitusi. DPR ini kan perwakilan rakyat, jadi kami masih menomorsatukan rakyat, ” terangnya.