JAKARTA, SERUJI.CO.ID – KPK mengakui bahwa kepatuhan para anggota legislatif di daerah untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) masih rendah sepanjang 2017.
“Di tahun 2017 ini, KPK masih mendapati kepatuhan pelaporan harta oleh anggota legislatif di daerah masih rendah yaitu sekitar 28 persen. KPK terus berupaya memberi pemahaman pentingnya melaporkan harta kekayaan sebagai instrumen transparansi bagi pejabat publik,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers “Capaian dan Kinerja KPK 2017” di gedung KPK Jakarta, Rabu (27/12).
Tahun ini KPK telah menerima sebanyak 245.815 LHKPN yang terdiri dari 78,69 persen dari 252,446 wajib lapor di tingkat eksekutif; sebanyak 30,96 persen dari 14,144 wajib lapor di tingkat legislatif; sebanyak 94,67 persen dari 19,721 wajib lapor di tingkat yudikatif, dan 82,49 persen dari 29,250 wajib lapor BUMN/BUMD.
Untuk meningkatkan kepatuhan LHKPN, KPK lakukan inovasi dan upaya menyederhanakan pelaporan LHKPN dengan meluncurkan aplikasi LHKPN elektronik (e-lhkpn).
Aplikasi tersebut dapat diakses melalui tautan https://elhkpn.kpk.go.id/ yang efektif mulai 1 Januari 2018 sehingga seluruh wajib LHKPN dapat melaporkan hartanya dengan aplikasi tersebut secara periodik pada 1 Januari hingga 31 Maret setiap tahunnya.
Dari 14 jenis dokumen pendukung yang harus dilampirkan, wajib lapor kini hanya perlu melampirkan satu jenis yaitu dokumen kepemilikan harta pada lembaga keuangan dan cukup disampaikan satu kali saat wajib LHKPN pertama kali melaporkan harta dengan aplikasi e-LHKPN.
“Dengan dasar rendahnya kesadaran itu Kami punya pemikiran harus membuat sistem baru dan mudah diakses yaitu e-LHKPN agar nanti para penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif bisa dari rumah melaporkan. Harta yang terlalu banyak dan tidak bisa diketik satu hari bisa disimpan dulu dan disambung diketik keesokan harinya dan tidak harus datang ke sini, mudah-mudahan Januari nanti bisa berjalan 100 persen,” tambah Komisioner KPK Basaria Panjaitan.
Selain kepatuhan LHKPN, KPK juga mengimbau penyelenggara negara untuk menolak setiap pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Data Direktorat Gratifikasi, KPK sepanjang 2017 menerima sebanyak 1.685 laporan, 551 di antaranya dinyatakan milik negara, 37 ditetapkan milik penerima dan 278 laporan masih dalam proses penelaahan. Bila dilihat dari instansi pelapor, BUMN/BUMD merupakan institusi paling banyak yang melaporkan gratifikasi dengan 667 laporan, diikuti kementerian dengan 447 laporan, dan pemerintah daerah dengan 239 laporan.
“Dari laporan gratifikasi ini, total gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara adalah senilai Rp114 miliar termasuk di dalamnya uang lebih dari Rp4,4 miliar yang telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dan selebihnya berbentuk barang senilai Rp109 miliar,” ungkap Basaria. (Ant/Hrn)