Bukan hanya malu, bahkan hancur bersama. Aib saudaranya seharusnya ditutupi, bukan diumbar. Musuh akan bersuka ria bertepuk tangan melihatnya, menunggu celah untuk menyerang.
Ketidaksukaan terhadap saudaranya sendiri bukan alasan untuk saling menjatuhkan. Barangkali, inilah kondisi umat sehingga begitu mudahnya terpecah belah, kehilangan ukhuwah. Padahal, intaian musuh tidak pernah kendor, bahkan semakin sering seiring terus menghembuskan bisikan jahat adu domba.
Masih untung, ketika mencoba mempermalukan langsung “tercyduk” kena malu sendiri. Bagaimana kalau tidak terjadi? Akan timbul saling buka aib cari-cari kesalahan saudaranya, berlanjut terus tanpa henti. Bisa jadi pula walau tak “tercyduk”, tetap berlanjut karena tidak menyadari kalau sedang diingatkan, atau karena buta hati kepalang malu menutup jalan taubat.
Bagaimana sebaiknya? Ketika si A mempermalukan si B di publik, kemudian berpotensi kena malu sendiri, maka si C sebagai sahabat si A segera memberi nasihat secara tertutup agar tidak terlanjur menyebar luas. Ada kesempatan si A bisa sadar, taubat.
Jika si C menyampaikan secara terbuka, si A akan menganggapnya tindakan mempermalukan, sehingga berusaha membela diri tanpa mencoba introspeksi diri. Kalap istilahnya, lawan dari insyaf. Padahal masih bersaudara. Si C juga bisa dikategorikan membuka aib si A, atau diistilahkan “buka aib dibalas dengan buka aib”. Hancur semua.
Tidak ada satupun manusia itu sempurna, pasti ada kekurangan (aib). Menahan diri untuk tidak membuka aib saudaranya itu inti dari ukhuwah. Selama masih suka menggunjing dan bahkan mencari-cari kesalahan, tak akan terwujud ukhuwah. Bukankah orang yang beriman itu bersaudara?
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
[Surah Al-Hujuraat,49:12]
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Tidak semua “membuka aib” dilarang. Yang dilarang, mencari-cari keburukan dan membicarakannya. Lebih dilarang lagi, menyebarluaskan.
Membuka aib diperbolehkan namun ada batasannya. Contohnya, ketika diminta hakim atau yang berwenang. Namun, tidak semua paham batas-batasnya, sehingga banyak yang melakukan padahal tidak pada tempatnya. “Tahu batas” adalah kuncinya.
Yang paling paham batasan-batasan tersebut adalah para ulama. Kalau merasa dangkal ilmunya, maka paling aman dengan menghindari total, sama sekali tidak mencoba mencari-cari keburukan dan membicarakannya, serta berusaha sekuat-kuatnya mengalihkan pembicaraan agar tidak saling menggunjingkan.
Salah satu contoh batas yang ketat, yaitu ketika terkait berita yang berpotensi menghancurkan kehormatan seorang saudara seiman. Contohnya, isu selingkuh atau zina. Orang yang beriman diperingatkan Allah dengan keras terhadap masalah ini untuk berprasangka baik kepada saudaranya, tidak boleh berprasangka buruk, apalagi menyebarkannya walau satu kali pun selama-lamanya.
Seringkali yang membuat orang-orang melewati batas itu karena meletakkan dirinya secara salah. Bukan hakim tapi hendak menghakimi. Bukan auditor tapi mencari-cari celah. Bukan pengawas namun hendak terus memperingati. Bukan ahli namun terus merecoki. Banyak yang seperti ini, sesuai banyaknya orang awam.
Dalam sebuah organisasi, seperti biasa, akan muncul gejolak yang ditimbulkan oleh orang-orang awam yang salah menempatkan diri. Lumrah. Oleh karenanya, agar organisasi tetap selamat dari guncangan dari dampak prasangka buruk yang menyebar, pemimpin organisasi harus mencegah. Rasulullah pernah memberi contoh nyata sederhana, dengan segera membuat klarifikasi secara transparan agar tidak muncul prasangka, dan memberi penekanan bahwa kewajiban seseorang mencegah terjadinya salah paham atau prasangka.
Jadi, ukhuwah akan terjalin bila terjadi kesadaran dua arah. Arah pertama: menghindari berprasangka buruk, menahan diri mencari-cari kesalahan, dan menutup kesempatan saling menggunjing. Arah kedua, menutup kemungkinan timbulnya prasangka.
Dan semuanya bisa dilakukan bila meninggalkan status sebagai orang awam yang sok ahli. Mengajilah, dan rendah hatilah.