Habib Rizieq Shihab (RHS) juga ditetapkan sebagai tersangka, setelah sebelumnya FH dijerat pasal pornografi dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. RHS bahkan dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polda Metro Jaya.

RHS dijadikan tersangka setelah pemeriksaan terhadap FH berikut barang bukti berupa telepon seluler. RHS dan FH didakwa melakukan percakapan melalui aplikasi WhatsApp yang mengandung unsur pornografi dan kemesuman. Percakapan (chat) tersebut diunggah oleh laman baladacintarizieq.com, namun saat ini sudah tidak aktif. Kapolda Metro Jaya pernah menyatakan bahwa sulit melacak pemilik laman tersebut karena berada di Amerika Serikat.

Polisi memulai penyidikan setelah laporan seorang aktifis anti pornografi yang menyerahkan bukti rekaman dari gambar yang beredar di dunia maya.

Hingga saat ini, penyidikan kasus tidak berkembang dan cenderung hanya akan mengorek dari orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan di luar, muncul banyak analisis para pakar yang membuat logika publik bertanya-tanya bahkan menduga kasus tersebut terlalu dipaksakan untuk diproses pihak kepolisian.

Salah satu pakar IT dari ITB pernah menyatakan bahwa tidak sulit bagi kepolisian untuk menemukan pemilik situs, namun mengapa hingga hari ini masih misterius? Jika seperti ini, kepercayaan publik menjadi surut terhadap kemampuan polisi mengatasi kejahatan di dunia maya.

Menemukan pemilik situs tersebut termasuk hal yang sangat krusial, karena yang diunggah adalah informasi pribadi yang dilindungi engkripsi. Bagaimana pemilik situs mampu membobol percakapan pribadi dalam aplikasi Whatsapp, seharusnya menjadi titik tolak penyidikan. Namun, hingga saat ini belum ada yang mengklarifikasi ke pihak Whatsapp. Atau sengaja tidak dilakukan?

Orang yang mampu membobol keamanan Whatsapp tentu bukan sembarang orang, atau mungkin memang belum ada yang bisa? Ketika Telegram dilarang di beberapa negara, itu karena tingkat keamanan yang tinggi sehingga dianggap bisa disalahgunakan oleh pihak tanpa bisa diawasi negara. Berarti, apakah Whatsapp bisa diawasi negara?

Kemungkinan pertama, Whatsapp memang tidak bisa disadap. Kalau demikian, screenshot dan rekaman chat yang diunggah dalam situs adalah palsu.

Kemungkinan kedua, kalaupun bisa, pasti dilakukan oleh pihak yang punya kemampuan. Peretas? Atau sekelas CIA? Atau pihak Whatsapp? Kredibilitas keamanan Whatsapp dipertaruhkan.

Kemungkinan ketiga, ini yang paling mungkin, membajak akun Whatsapp. Siapapun bisa membajak akun whatsapp orang lain, asal bisa mengakses nomor telepon selulernya. Namun, bukankah berarti si pembajak bisa berpura-pura menjadi orang lain dan melakukan sandiwara?

Dari tiga kemungkinan tersebut, terlihat bahwa penyidikan harus dimulai dari si pemilik situs, sebelum menindak FH maupun HRS. Bagaimana bisa mentersangkakan FH dan HRS sedangkan sumber informasinya tak terlacak?

Kalau sekedar dari alat bukti rekaman dari pelapor, maka sudah terbantahkan oleh saksi ahli bahwa itu asli tapi palsu, baik dari analisis citra gambar maupun diksi. Namun yang mengherankan, kesaksian ini seperti tak digubris, dan tidak mempertimbangkan resiko tercemarnya nama baik FH dan HRS. Seharusnya juga bisa ditelusur dari si pelapor, ia dapatkan dari mana. Tidak mungkin sebuah situs ditemukan diantara ratusan juta situs lainnya, kecuali jika memang sengaja disebarluaskan. Apalagi terbukti situs yang dimaksud belum lama dibuat.

Sebenarnya, dampak dari tuduhan ini bukan main-main. Kalau si pemilik situs masih misterius, dipastikan menimbulkan kekhawatiran karena siapa saja bisa jadi korban dengan modus yang sama. Barangkali ada yang beralasan: “kalau memang benar, mengapa takut? Tunjukkan saja di pengadilan!”. Namun, apa yang telah terjadi menunjukkan bahwa sebelum pengadilan pun, nama sudah tercemar dan bahkan membuat polarisasi tajam di khalayak umum dan cenderung menimbulkan permusuhan yang tak berkesudahan.

Sepertinya, kehancuran Indonesia sudah dimulai ketika masing-masing komponen bangsa tidak lagi mampu menjaga harkat dan martabat saudaranya, dan lebih mementingkan golongannya masing-masing daripada persatuan. Apa gunanya slogan kebhinekaan jika sudah demikian?

Kemudian, proses penyidikan dan penetapan HRS menjadi tersangka pun tidak dimengerti logika publik. Orang akan bertanya-tanya, apakah penegak hukum sudah bekerja dengan baik? Mengapa banyak khalayak merasa seperti tak terlindungi? Preseden buruk ini akan menambah rasa antipati masyarakat kepada penegak hukum, sehingga mengurangi partisipasi masyarakat untuk membantu aparat di banyak kasus lainnya. Apakah ini yang diinginkan?

Semoga pemikiran dalam tulisan ini membuat pihak-pihak yang berwenang segera mengambil kebijakan yang dapat menyelamatkan bangsa dari goncangan sosial dan mampu meredam permusuhan di antara sesama warga negara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama