Pemilihan kepala daerah serentak sudah dalam hitungan bulan lagi. Harapan akan pesta demokrasi dengan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan calon pemimpin daerahnya. Begitu juga di Kabupaten Lebak, Banten sebagai salah satu daerah yang mengadakan pemilihan kepala daerah pada tahun ini. Kabupaten Lebak hanya memberikan satu pilihan kepala daerah dalam memilih kepala daerahnya dan beliau adalah calon petahana.
Pilkada dengan menampilkan satu calon kandidat kepala daerah apakah sebuah proses demokrasi yang gagal? Atau merupakan bentuk permusyawaratan permufakatan yang berhasil dengan baik.
Pilkada dengan calon tunggal memberikan segudang pertanyaan dalam pikiran pemilih. Apakah tidak ada orang yang mampu untuk memberikan sebuah alternatif pilihan atau memiliki keinginan untuk memajukan daerah? Sehingga partai politik hanya terpaku pada calon tunggal.
Secara psikologi calon tunggal ini juga memberikan kepada daerah pemilih. Jika hasil pemilihan kepala daerah dimenangkan oleh calon tunggal dan ternyata ada wilayah desa yang suara terbanyak kotak kosong, akankah terjadi perbedaan sikap dari kepala daerah yang terpilih. Ada rasa kekhawatiran bahwa wilayah tersebut akan “dikucilkan” dikarenakan tidak mendukung kepala daerah yang terpilih.
Bagaimana jika ternyata dimenangkan oleh kotak kosong dalam pilkada tersebut?. Apakah pilkada ulang ataukah dikembalikan kepada petahana/incumbent.
Partai-partai politik seharusnya sudah dapat melakukan penyaringan bibit awal kepala daerah. Baik dengan kaderisasi di dalam partai politik atau dengan menyaring calon pemimpin potensial di daerah. Partai politik memberikan pendidikan politik kepada warga negara bahwa memiliki kesetaraan hak baik untuk dipilih atau memilih.
Demokrasi yang merupakan kekuatan rakyat dalam pilkada calon tunggal, serasa seperti makan di restoran dengan menu tunggal. Jika tamu restoran tidak mau menikmati hidangan, silahkan menunggu sampai nanti akan muncul menu terbaru. Dan yang lebih mengerikan jika dipersilahkan untuk mencari restoran lain.
Pesta demokrasi dalam bentuk pemilihan kepala daerah seyogyanya dijadikan sebagai sarana memberikan keleluasaan pada masyarakat untuk menyalurkan aspirasi suaranya. Masyarakat mampu memberikan konstribusi dalam bentuk pilihan atas calon pemimpin daerahnya. Pemimpin daerah tersebut adalah calon pemimpin nasional yang akan menjadi pimpinan dalam perjuangan mengisi kemerdekaan menuju Indonesia lebih baik.