Perang urat syaraf antara kelompok sekuler liberal dengan aktifis muslim di negara kita ini tidak ada habis-habisnya. Sejak pra kemerdekaan dalam upaya penerapan undang-undang negara, telah terjadi perebutan pengaruh yang tak henti-hentinya.

Indonesia di jaman dahulu kala, dihuni oleh kaum animisme, dinamisme, Hindu dan Budha. Mereka hidup dalam naungan kerajaan-kerajaan yang tersebar di wilayah Nusantara.

Tatkala generasi pertama dari kalangan ulama, datang ke Indonesia menyebarkan agama Islam lewat sektor perdagangan, maka masyarakat Nusantara dapat menerima ajaran Islam dengan baik, berkat kegigihan para ulama khususnya para Walisongo.

Islam semakin berkembang bahkan menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk, karena para Walisongo sangat jeli dan pandai dalam memerankan kepemimpinan Islam di tengah-tengah umat yang merindukan keadilan, keamanan dan ketentraman.

Demikianlah kepemimpinan Islam yang dilakoni oleh para Walisongo itu, dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, sekalipun sebagian mereka masih berada di dalam kekuasaan kerajaan-kerajaan kuno, yang tetap memegangi agama nenek moyangnya, namun sebagian yang lain sudah memeluk agama Islam.

Kepemimpinan model Walisongo ini juga diadopsi oleh generasi penerusnya, yaitu di kalangan para ulama sebelum datang penjajah Belanda.

Artinya masyarakat muslim saat itu, sangat menghormati keputusan apapun yang di keluarkan oleh para ulama yang selalu menggunakan standar hukum syariat Islam.

Demikianlah hingga datang para penjajah dari Belanda dengan membawa agama yang asing di telinga bangsa Indonesia.

Penjajah Belanda yang kejam dan tidak ramah terhadap masyarakat Indonesia, di samping merampas kemerdekaan bangsa Indonesia, dan menguras rempah-rempah dari bumi persada, mereka juga sengaja menyebarkan agama yang dianutnya, namun kurang mendapat respon yang signifikan, tidak seperti awwal datangnya agama Islam ke Indonesia, yang disebarkan melewati sektor pedagangan serta metode diplomasi yang terhormat, hingga menarik simpati bangsa Indonesia.

Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya perkembangan agama yang dibawa oleh Belanda di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Pengaruh kuat tokoh-tokoh Islam seperti Pengeran Diponegoro, Cut Nyak Din, dan lain sebagainya, ternyata tidak hanya berada di tengah umat Islam, namun keputusan dan fatwa para ulama masih tetap eksis dipegang oleh masyarakat luas termasuk dari kalangan non muslim, bahkan seringkali kalangan penjajah meminta bantuan kepada para ulama untuk ikut menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di tengah masyarakat sebagaimana yang mereka hadapi.

Bahkan tidak jarang pula fatwa para ulama di masa itu dijadikan pegangan sebagai undang-undang dalam mengatur kehidupan masyarakat sekalipun kendali kekuasaan dipegang oleh kaum bersenjata modern di kala itu, yaitu kolonial Belanda penjajah bangsa Indonesia.

Namun, Belanda yaa tetap saja Belanda, mereka tetap mengingkari kebenaran ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Hadits Nabi SAW.

Mereka tetap memeluk agama yang dianutnya dan berusaha menyebarkannya di kalangan bangsa Indonesia, bahkan berusaha membuat aturan kenegaraan berdasarkan ajaran yang mereka yakini.

Ironisnya sekecil apapun perkembangan agama yang di bawah oleh kaum penjajah ini, tetap saja dapat mempengaruhi pemikiran masyarakat Indonesia, bahkan sebagian tokoh masyarakat Indonesia, termasuk pada tokoh-tokoh yang beragama Islam.

Pengaruh pemikiran ala Belanda baik secara langsung atau tidak, dapat dilihat antara lain dengan lahirnya tokoh-tokoh sekuler liberal yang selalu memperjuangkan jargon-jargon pluralisme di tengah-tengah umat Islam.

Memang aneh, jika terdengar tokoh-tokoh yang mengaku beragama Islam namun dengan terang-terangan menolak pemberlakuan syariat Islam di Indonesia, seperti figur presiden muslim pertama di Indonesia, ternyata tidak bersedia menerapkan syariat Islam dalam koridor hukum positif negara secara kaaffah.

Bahkan di sisi lain, kaum sekuler justru berusaha mempertahankan warna undang-undang yang dibuat oleh Belanda yang notabene adalah kaum kafir musuh negara dan musuh umat Islam.

Ternyata keberadaan figur-figur kaum sekuler liberal yang lebih dekat dengan pemikiran ala Belada dan bangsa barat pada umumnya ini terus bertahan hingga kini.

Mereka terus menerus menolak pemberlakuan syariat Islam dalam tataran hukum positif negara, karena dalam diri mereka telah mewarisi pemahaman dan budaya imperialis Belanda.

Untuk itulah perjuangan umat Islam dalam kaitannya dengan upaya islamisasi Undang-Undang Negara ini belum selesai, belum apa-apa, masih membutuhkan tangan-tangan terampil guna memenuhi kewajiban beragama secara menyeluruh Udkhuluu fis silmi kaaffah (masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama