Fahri Hamzah mengomentari tindakan Polri yang melakukan pemanggilan terhadap Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, melalui akun resmi pribadinya pada Ahad (21/1). Komentar yang bernada nasehat ini disampaikan dengan memberi mention ke akun @DivHumasPolri dan @Dahnilanzar.
Fahri meminta agar Polri menjelaskan kepada publik mengapa seorang Dahnil perlu dipanggil Polri. Jika hanya karena kritik, menurutnya tidak perlu dan cukup dijawab secara terbuka, atau dengan pertemuan tanpa publikasi bila terjadi salah paham.
Dia menambahkan, pemanggilan orang seperti yang terjadi kepada Dahnil dan Ustadz Zukifli MA seharusnya jangan menjadi trend yang dibiasakan. Menurutnya, itu bisa dikatakan menakut-nakuti warga negara. Tugas polisi seharusnya melindungi kebebasan berpendapat, bukan malah seperti mengintimidasi. Bahkan jika berupa delik aduan, harus terpenuhi syarat ada pihak yang mengadukan.
“Polri @DivHumasPolri tidak boleh memproses sebuah kasus yang tidak dilaporkan kalau ia delik aduan. Kalau bukan delik aduan tapi terkait Polri maka Polri tidak memulai dengan tuduhan tapi menjawab dengan klarifikasi. Tugas lembaga negara adalah menjelaskan,” lanjutnya.
Wakil Ketua DPRI ini menjelaskan jika terjadi kesalahpahaman oleh seseorang di publik, seperti beberapa pernyataan Dahnil, Polri seharusnya bicara apa adanya. Rakyat akan membantu klarifikasi.
Fahri menekankan agar Polri yakin bahwa rakyat sayang kepada Polri, sehingga rakyat pasti akan ikut menjaga Polri dengan membantu klarifikasi atas kesalahpahaman seseorang.
Pria yang memiliki akun terverifikasi @FahriHamzah ini melanjutkan nasehat agar Polri tidak terjebak menjadi lembaga seperti KPK saat ini. Katanya, “KPK sekarang mengincar orang pakai delik #MenghalangiKPK atau delik #Obstruction atau #KesaksianPalsu pakai lembaga sendiri. Akibatnya subjektif, Nazar berbohong aman sementara Miriam berbohong tidak aman.”
Pria yang belum pernah tersangkut kasus korupsi ini beralasan, bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh lembaga penegak hukum bisa sangat membahayakan bila digunakan untuk membela diri, apalagi untuk balas dendam. Oleh karena itu, ia memperingatkan agar komisi-komisi pengawas seperti Kompolnas RI dan Komisi Yudisial untuk tetap waspada.
“Sayang, KPK tidak ada pengawas,” sindirnya.
Dia mengakhiri dengan nasehat agar semua sadar bahwa ketidakpastian hukum dan korupsi yang marak membebani citra bangsa Indonesia, mengakibatkan menjauhnya para investor dan pebisnis. Akhirnya pembangunan pun dibiayai dengan subsidi dan hutang.