Luar biasa heboh dan maraknya, saat pasal ini mulai memakan “korban”dari masyarakat yang aktif dalam media sosial. Sebenarnya untuk menyebut kata “korban” terasa sangat berat, karena yang menjadi korban justru yang melakukan penghinaan bukan yang dihina.

Menghadapi akan semua kejadian ini, tentunya sebagai warga negara muslim dapat menjadikan hal ini sebagai titik balik untuk kembali mengembalikan sendi-sendi kehidupan sebagai muslim atau muslimah yang baik dan lurus sesuai aturan Agama Islam.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

  1. Adab atau tata krama sebagai warga negara.

Berdasarkan Hadits Nabi Muhammad Saw :

إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.

Menghadapi pasal penghinaan paling mudah adalah jangan menghina, gampang kan?

Tentunya kita dapat menggunakan waktu kita semaksimal mungkin untuk beribadah dengan lisan dan tangan kita. Apakah dengan menghinakan/merendahkan orang lain akan meninggikan “derajat” kita sebagai seorang muslim/muslimat?. Hal ini malah akan menjadikan kita sebagai warga negara yang tidak baik dan tentunya menjadi seorang muslim/muslimat yang tidak baik.

Bagaimana kita akan memberikan kritik kepada pemerintah, jika ada hal yang melenceng?

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011.

Sangatlah jelas dan terang benderang, bagaimana adab kita kepada pemimpin. Dengan pemimpin yang zalim saja kita dinaseharkan agar memberikan kritik dengan berkata yang baik, apalagi jika kita medapati pemimpin yang adil.

2. Media Sosial dengan Kejujuran.

Kata “kejujuran” mungkin akan memiliki banyak arti. Kejujuran adalah modal utama dalam bermedia sosial. Bagaimana kita mengakui identitas kita bukan sebagai “anonim”. Apakah semua anonim itu salah? tentunya para anonim akan menyangkalnya.

Paling tidak, kita mulai dari diri kita untuk memberanikan diri untuk jujur terhadap diri sendiri. Apakah tujuan kita dalam menulis suatu artikel atau catatan?. Niatlah yang akan menjadi dasar dalam kita melakukan sesuatu dengan baik. Seseorang yang memiliki niat yang baik, tentunya tidak akan melakukan tindakan yang akan menodai niat baiknya tersebut.

3. Menumbuhkan Rasa Tenggang Rasa

Dalam istilah jawa, mengenal peribahasa “yen dijiwit loro, ojo jiwit” yang kurang lebihnya artinya jika kita merasa dicubit sakit jangan mencubit.

Terkadang rasa tenggang rasa harus kita pertimbangkan, bagaimana jika kata-kata tersebut ditujukan pada diri kita atau bagian dari keluarga kita seperti orang tua, adik atau kakak. Hal ini akan menumbuhkan rasa kasih sayang yang kuat kepada sesama muslim dan bahkan kepada sesama manusia. Sehingga apa yang disebut sebagai ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniyah akan semakin terjaga dengan baik.

Marilah kita sebagai sesama muslim untuk dapat saling mengingatkan kepada sesama muslim. Baik dalam ucapan, tulisan dan perbuatan harus menggambarkan apa yang menjadi ajaran Islam sebagai agama mulia dan penyempurna. Allah melalui firman Nya dan Nabi Muhammad Saw melalui sunnah-sunnahnya sudah memberikan rambu-rambu yang jelas bagaimana kita bermasyarakat dan bersosial. Membalas hinaan dengan hinaan bukanlah akan menjadikan kita lebih mulia dari yang dihina.

Semoga Allah selalu menjaga hati, lisan dan anggota badan kita yang lainnya dari perbuatan yang mudlarat dan dosa. Amien.

1 KOMENTAR

  1. Hadits yang disampaikan cukup menarik, utamanya antara terjemahan dan lafadz arabnya :

    أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

    Tidak diterjemahkan “mengatakan dengan adil” namun menjadi mengatakan kebenaran (dengan baik).

    Padanan kata bahasa Indonesia untuk كَلِمَةُ عَدْلٍ memang belum sempurna menjelaskan maksudnya. Namun, kata adil bisa jadi fokus penekanan, bahwa selain adil dalam menyampaikan nasehat kepada penguasa, juga mendorong penguasa untuk berbuat adil.
    Wallahualam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama