
Situasi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan sosial ini pada akhirnya menempatkan orang orang miskin pada siklus kemiskinan yang turun temurun.
Dalam situasi kemiskinan turun temurun, dan jebakan komunitas sesama miskin, berbagai ahli sepereti Oscar Lewis dan Daniel Patrick Moynihan melihat kemiskinan yang persisten dan budaya mempunyai keterkaitan.
Budaya kemiskinan dikaitkan dengan “way of life” orang orang miskin sejak kecil beradaptasi dalam kemiskinan mereka.
Sehingga persoalan kemiskinan ini mempunyai dua masalah, yakni miskin itu sendiri dan budaya kemiskinan.
Dengan demikian, selain perubahan yang bersifat struktural, pendekatan mengatasi kemiskinan juga membutuhkan pendekatan kultural. Bagaimana orang orang miskin mengalami “pembebasan” dari mental kemiskinan
Bantuan Langsung Lempar dan Revolusi Mental
Aktifitas Jokowi dalam melempar lempar bantuan kepada rakyat ditepi jalan, bahkan memberikan uang, menyebar dalam berbagai video viral, yang memancing berbagai pendapat publik. Bagi pro Jokowi, hal itu dianggap positif, karena disebutkan Jokowi peduli dengan rakyat miskin. Bahkn, sebagaian pendukung Jokowi mengatakan bahwa Jokowi mirip dengan Amirul Mukminin Umar Bin Khattab.
Benarkah hal itu positif? Tentu hal itu dapat kita bantah sebagai berikut: pertama, merujuk pada pimpinan partai PDIP, Megawati, yang merupakan bos Jokowi, tindakan bantuan yang dilakukan secara langsung dapat menciptakan budaya pengemis. Kedua, memberikan bantuan dengan melempar-lempar kurang berbudaya egaliter dan humanistik. Meskipun rakyat yang ditemui adalah tukang becak, tetap saja seorang pemimpin perlu menyerahkan secara langsung. Ketiga, dalam tahun pemilu seperti saat ini, wajar muncul kecurigaan, sebagaimana Bawaslu, bahwa kenapa uang negara digunakan untuk mencari empati langsung?
Bantahan ini akan lebih parah lagi jika mengaitkan dengan sifat Amirul Mukminin Umar Bin Khattab, di mana dalam kisah beliau menjumpai warganya yang kelaparan, beliau mengantar dan memikul sendiri bantuan ke rumah warga miskin tersebut, bahkan tanpa memberitahu dia adalah pemimpin saat itu.
Memberikan BLL tentu saja merusak mental. padahal rencana Revolusi Mental Jokowi adalah membangun kesadaran rakyat untuk menjadi pekerja keras dan menolak cara cara mudah mendapatkan sesuatu secara gratis.
Rakyat Miskin dan Pembebasan
Bawaslu dan Rachmawati Soekarnoputri sudah berada pada kritik yang benar terhadap Jokowi dalam kasus BLL ini. Sudah sepantasnya Jokowi memenuhi saran dan kritik mereka. Karena, jika semakin lama itu dibiasakan berlangsung, maka ini akan menjadi tauladan buruk yang akan mungkin diikuti oleh para kepala daerah, calon kepala daerah, (calon) anggota DPR/DPRD, dlsb. Dan jika ini menjadi kebiasaan elit, akan merusak upaya kita membebaskan rakyat miskin dari kemiskinan.
Seorang Presiden ataupun pemimpin adalah pembebas. Yakni membebaskan keterbelakangan rakyatnya. Membebaskan rakyatnya dari kebodohan dan kemiskinan. Dan ini hanya bisa dilakukan dengan spirit revolusioner yang menyasar agenda struktural dan kultural.
Semoga Jokowi yang awalnya menggembar-gemborkan revolusi mental dapat kembali ke khittahnya.
Mana KARTU MERAHnya…
Cemen…