MENU

Benarkah Penodaan Pancasila oleh Habib Rizieq Shihab?

Benarkah Penodaan Pancasila oleh Habib Rizieq Shihab?

Oleh: Dr. M. Kapitra Ampera, SH, MH*

Seruji.com – Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, pada tanggal 30 Januari 2017 ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan Penodaan Pancasila dan pencemaran nama baik oleh Polda Jawa Barat atas laporan dari Putri Mantan Presiden RI Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri. Penetapan tersangka Habib Rizieq Shihab mengacu pada hasil Gelar Perkara ketiga yang dilakukan Direktorat Kriminal Umum Polda Jabar dengan dugaan pelanggaran Pasal 154a KUHP dan Pasal 320 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 154a

Barangsiapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

Unsur – unsur Pasal 154a KUHP:

  1. Unsur Barang Siapa

Barang Siapa maksudnya setiap orang yang menjadi subyek hukum yang kepadanya dapat dimintai pertanggung jawaban menurut hukum atas perbuatan yang dilakukannya. Unsur ini lebih melihat pada pelaku. Unsur (bestandeel) ini menunjuk kepada pelaku/ subyek tindak pidana, yaitu orang pribadi (naturlijke persoon) dan korporasi sebagai badan hukum (recht persoon).

  1. Unsur Menoda

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 133) menjelaskan bahwa “menodai” adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghina.

Perbuatan menodai dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, misalnya: menginjak-injak, merobek-robek, melumuri dengan kotoran, melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan. Agar perbuatan itu dapat dituntut dengan pasal ini, cara menodai itu harus dilakukan secara demonstratif, artinya dapat dilihat oleh orang banyak, sehingga menimbulkan kesan yang mengakibatkan kemarahan pada orang banyak.

Menurut pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana, di dalam hukum pidana tidak semua perbuatan yang memenuhi unsur pidana harus diberikan sanksi. Ada dua hal yang menjadi pertimbangan utama. Pertama, apakah dilakukan dengan melawan hukum. Kedua, apakah orangnya dapat dipersalahkan. Penyidik harus mampu membuktikan adanya kehendak jahat (mens rea) yang ditunjukkan Habib Rizieq Shihab saat melakukan tindakan itu.

Bahwa dalam pernyataannya yang diduga menghina Pancasila, Habib Rizieq menyampaikan ceramahnya yang memuat sosialisasi isi tesisnya yang berjudul ‘Pengaruh Pancasila terhadap Syariat Islam di Indonesia’. Dalam ceramah tersebut tidak ada perbuatan dengan sengaja menghina pancasila. Yang disampaikan adalah hasil penelitiannya tentang sejarah Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila ke-5. Namun ditolak oleh para ulama yang ikut dalam sidang BPUPKI dan mendapat konsensus Nasional pada tanggal 22 Juni 1945 dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Sila Pertama. Bahwa penyampaian hasil kajian akademik tersebut disampaikan oleh Habib Rizieq kedalam bahasa verbal yang umum dengan dianalogikan sila yang terakhir/sila ke-5 sebagai sila buntut (berada di bawah). Sehingga tidak ada kesengajaan bagi Habib Rizieq untuk menghina/menodai Pancasila.

  1. Unsur Bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia

Untuk unsur ini terdapat 2 hal yaitu Menodai Bendera Kebangsaan RI atau Lambang Negara RI. Dalam kasus ini Habib Rizieq disangkakan atas dugaan penodaan terhadap Lambang Negara Republik Indonesia. Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan pasal 1 angka 3 menyebutkan Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Bahwa, jika dikaji dari tata bahasa pada unsur ini, Lambang Negara yang dimaksud adalah Lambang Garuda Indonesia yaitu Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. (Pasal 46 UU 24 tahun 2009).

Jika kasus sebelumnya, Sahat Safiih Gurning, pemuda asal Toba Samosir, dipidana pasal 154a KUHP karena menendang lambang Garuda Pancasila, dan Penyanyi dangdut Zaskia Gotik yang dilaporkan menghina Lambang Negara karena menjawab pertanyaan tentang lambang sila ke-5 dengan jawaban “bebek nungging”, maka yang dituduhkan kepada Habib Rizieq ini bukanlah tentang Lambang Negara Garuda Indonesia, tapi dianggap menghina penempatan sila dari Pancasila.

Namun, jika pun ditafsirkan Pancasila sebagai bagian dari Garuda Pancasila, unsur penting dari pasal 154a KUHP adalah Menodai/Menghina. Bila unsur menodai tidak terbukti, maka apakah pancasila dapat dipersamakan dengan Garuda Pancasila tidak lagi menjadi penting. Oleh karena Habib Rizieq tidaklah dapat ia disangkakan melakukan penodaan/penghinaan terhadap Pancasila.

Pasal 320

  • Barang siapa terhadap seseorang yang sudah mati melakukan perbuatan yang kalau orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
  • Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau menyimpang sampai derajat kedua dari yang mati itu, atau atas pengaduan suami (istri)nya.
  • Jika karena lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak, maka kejahatan juga dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Unsur – unsur Pasal 320 KUHP:

Pasal ini adalah berkaitan dengan pencemaran sebagaimana yang diatur pada pasal 310 KUHP, hanya saja penghinaan dilakukan terhadap seseorang yang telah meninggal/mati dan atas laporan dari keluarga orang yang diduga nama baiknya dicemarkan. Dalam perkara ini, Habib Rizieq disangka melakukan pencemaran terhadap Ir. Soekarno oleh anak kandungnya Sukmawati Soekarnoputri.

R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa, “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu”, kehormatannya tentang “nama baik” nya diserang. Bahwa supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina, dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.

Bahwa dalam ceramah yang disampaikan Habib Rizieq Shihab, tidak ada menyampaikan sesuatu yang menghina atau menyerang kehormatan dan nama baik Ir. Soekarno. Poin yang disampaikan adalah usulan Soekarno yang memasukkan Ketuhanan Yang Maha Esa kedalam Pancasila sila ke-5, kemudian disepakati secara bersama dengan menempatkan Sila Ketuhanan pada Sila ke-1. Hal ini merupakan fakta sejarah dan telah diuji dari kajian penelitian sdr. Habib Rizieq Shihab dan hal itu tidak mengandung hal yang menghina/mencemarkan nama baik Ir. Soekarno. Sehingga patut dipertanyakan apa yang menjadi dasar penyidik dalam menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka atas laporan tersebut. Cogito Ergo Sum (Dr. K/A).

*) Dr. M. Kapitra Ampera, SH, MH, Pakar Hukum Tim Advokasi GNPF-MUI

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

1 KOMENTAR

  1. Berita akurat dan dipertanggung jawabkan dunia akhirat, serta inspirasi yg baik kalau umat muslim juga jangan tidak care terhadap politik, karena politik merubah tayanan kehidupan dan ekonomi suati negara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER