Dunia maya adalah dunia nyata yang lain.
Dunia maya adalah tempat mempengaruhi dan dipengaruhi.
Dunia maya nyaris tidak ada batasan, ibarat tanpa kasta. Setiap orang bisa bisa bercakap dengan siapapun tanpa memandang latar belakang, pendidikan, bahkan usia.

Jaman dahulu kita mendengar istilah “Devide at Impera”. Sebuah politik adu domba yang dijalankan oleh penjajah untuk memecah belah bangsa. Sehingga, sembari anak bangsa berkelahi sesama anak bangsa, para penjajah bisa terus melancarkan aksinya menjajah Indonesia yaitu; Mengeruk SDA dan memperdaya SDM sebagai kuli sekaligus konsumen.

Penjajah bisa dengan santai seperti di pantai menjajah Indonesia, tak lain adalah karena dibantu oleh pribumi yang mengabdi pada mereka. Inilah orang-orang yang dijuluki ‘londo ireng’.

Diakui atau tidak, pesta demokrasi tahun 2014 lalu, praktis telah membelah bangsa kita seperti menjadi dua bagian. Kemudian dilanjutkan dengan pilkada DKI 2017. Keduanya telah melahirkan sebuah kondisi yang istilah mudahnya disebut polarisasi. Itulah polarisasi, devide at impera kekinian.

Segala hal yang bertentangan seakan dianggap sebagai ketidakpuasan atas kekalahan pada pilpres atau pilkada.

Tidak kah kita menyadari bahwa kita sedang berkelahi dengan saudara sebangsa kita sendiri? Sementara londo ireng kekinian makin ringan tugasnya? Dan penjajah kekinian juga makin tepuk tangan?

Sebagai contoh, ketika ada artis stand up comedy yang diduga menghina Islam, mereka justru meminta bantuan pada lembaga bantuan hukum milik ormas Islam. Maka ujungnya, siapa yang berkelahi? Ya sesama muslim sendiri bukan?

Ketika tempat ibadah agama lain dijaga salah satu ormas Islam, siapa yang berkelahi? Ya sesama muslim lagi.

Bahkan ketika JR terkait pasal 284, 285, dan 292 KUHP (yang mengatur soal perzinahan, pemerkosaan, dan perbuatan cabul sesama jenis) ditolak MK, tiba-tiba saja kita berkelahi sesama muslim. Bahkan kita memfitnah 5 hakim MK adalah pendukung LGBT hanya karena ada dua pendapat. Kira-kira dari mana permulaan perkelahian itu? Tidak adakah yang janggal di sini?

Diakui atau tidak, kedua belah pihak/kubu memilik karakter yang sama. Sama-sama memaksakan kehendak. Sama-sama keras. Sama kasar. Sama-sama memaki. Sama-sama menyakiti pihak lain. Sama-sama merasa benar dan tidak menerima pendapat yang tidak sama. Kenapa kita jadi bernafsu sekali untuk berkelahi?

Semakin kita sibuk berkelahi, semakin ringan tugas londo ireng kekinian. Sementara kita sibuk berkelahi, paham-paham sepilis terus merebak. Propaganda LGBT makin semakin masif, hutang negara semakin menumpuk, dan berbagai masalah yang melanda negeri ini akan semakin banyak.

Begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di negeri ini. Ibarat harus menegakkan benang basah lagi kusut. Entah dari mana kita harus memulainya.

Setidaknya, kita bisa memulai dengan tidak mudah tersulut, tidak mudah memaki, tidak memaksa kehendak bila berbeda pendapat (apalagi sesama muslim), bersosmed dengan santun, dan tidak membuat perpecahan semakin tajam. 🙂

Cheers ^__^
Dyah Sujiati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama