‘Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan mejadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan (QS Luqman, 31: 6)

Orang-orang Jahiliah  menganggap kemerosotan adalah sebuah cara hidup modern. Pada saat yang sama, mereka takut dipermalukan jika tidak membuat citra seorang yang modern. Mereka pun sedapat mungkin mengajak banyak orang berpandangan yang sama.

Citra ini secara esensial mencemooh nilai-nilai moral seperti kejujuran. Seseorang yang mengembalikan uang temuannya kepada pemiliknya justru akan ditertawakan.

Dalam situasi seperti ini, perilaku Jahiliah  adalah tidak mengembalikan uang itu. Padahal, contoh ini hanya mencerminkan satu aspek dari pemahaman masyarakat Jahiliah  tentang nilai-nilai moral. Kepalsuan dan dusta dianggap normal. Seseorang bisa saja melakukan perampokan karena dia menganggap perbuatan itu tidak ada salahnya. Demikian pula, seseorang dapat berbohong kapan saja dia mau.

Dalam sistem ini orang lain tidak berhak untuk merasa keberatan karena mereka sendiri juga berhak untuk berbuat dengan bebas sesuai dengan nilai-nilai moral yang dianutnya sendiri-sendiri.

Bentuk Buta Hati Masyarakat Jahiliah

Ciri dari masyarakat Jahiliah  adalah cara mereka mendapatkan informasi mengenai kehidupan. Daripada merujuk kepada kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Sang Pencipta, mereka justru mengumpulkan semua pengetahuan mereka dari para nenek moyang  atau leluhur mereka. Para leluhur ini mengajarkan kepada generasi muda mereka agama Jahiliah  dan nilai-nilai moral yang digalakkannya, dan dengan demikian mempetahankan keberlangsungan agama primitifnya.

Fakta ini telah mengakibatkan seluruh generasi buta hatinya. Oleh karena itu, sistem yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya ini tidak pernah dipertanyakan. Setiap potong informasi diterima begitu saja sebagai sebuah “fakta” yang pasti. Semua nilai-nilai untuk melakukan pertimbangan, tentang hal baik dan buruk, semuanya langsung diteruskan kepada generasi berikutnya, siap pakai.

Al-Qur’an memberi peringatan keras atas dukungan yang tanpa dipertanyakan terhadap sistem ini dan betapa masyarakat Jahiliah memalingkan wajah mereka dari petunjuk Allah, bahkan dengan tanpa merasa perlu untuk merenungkannya terlebih dahulu.

Mayoritas mereka biasanya mengikuti hal-hal yang umum dilakukan oleh masyarakat. Mereka menerima begitu saja bahwa perilaku umum yang berlaku di tengah masyarakat sebagai suatu hal yang benar.

Pemikiran yang sama lebih jauh lagi menganggap bahwa mayoritas mewakili kebenaran absolut, sedangkan posisi yang diambil oleh pihak yang minoritas akan disikapi dengan keragu-raguan dan kehati-hatian.

Singkatnya, ketika diseru ke jalan yang benar oleh petunjuk dari Allah, orang-orang Jahiliah tidak mau mengikuti seruan ini dengan dalih yang lemah bahwa seruan tersebut tidak sesuai dengan tatanan sosial yang berlaku.

Idiologi Perusak Bernama Darwinisme

Bercermin pada abad ke-20 sebagai abad peperangan dan pertikaian yang membawa bencana, penderitaan, pembantaian, kemiskinan, dan kerusakan dahsyat. Jutaan orang terbunuh, terbantai, mati kelaparan, terlantar tanpa rumah, tempat bernaung, perlindungan ataupun uluran tangan. Jutaan orang diperlakukan secara tidak manusiawi yang bahkan binatang pun tidak pantas mendapatkannya.

Semua ini terjadi hanya demi membela ideologi-ideologi menyimpang. Karena alasan sederhana ini, mereka menyeret masyarakat ke jurang pertikaian, menjadikan sesama saudara saling bermusuhan, memicu perperangan di antara mereka, melempar bom, membakar dan merusak mobil, rumah dan pertokoan. Mereka mempersenjatai orang-orang untuk memukul pemuda, orang tua, pria, wanita, dan anak-anak hingga mati.

Fasisme dan Komunisme berada di barisan terdepan dari beragam ideologi yang telah menyebabkan umat manusia menderita di masa suram tersebut. Namun, sesungguhnya ideologi-ideologi ini tumbuh dan dibesarkan oleh satu sumber yang sama Darwinisme, filsafat materialisme kehidupan.

Darwinisme muncul pada abad ke-19, sebagai representasi mitos bangsa Sumeria dan Yunani Kuno. Sejak saat tersebut, Darwinisme telah menjadi sumber inspirasi  utama di balik semua ideologi yang menghancurkan umat manusia. Dengan berkedok ilmiah, Darwinisme memberi jalan bagi ideologi-ideologi tersebut beserta para pendukungnya untuk melakukan tindakan politis yang berakibat pada rusaknya tatanan kehidupan, manusia dan alam sekitarnya.

Darwinisme mendorong setiap pengikutnya menjadi rasis, merasa kelompok yang paling unggul, dan menganggap manusia lain sebagai binatang. Fakta inilah yang sangat bertentangan dengan Al-Qur’an, kitab suci yang mengajarkan keselamatan untuk seluruh umat manusia dan semesta (HarunYahya. Kedangkalan Pemahaman Orang Kafir, 2003, Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme, 2002)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama