Pengalaman
Penegakan kedaulatan rupiah secara merata di seluruh NKRI ini tampaknya perlu ditegaskan dan diteguhkan karena Indonesia memiiki pengalaman pahit di masa lalu. Yaitu, pengalaman buruk saat lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Malaysia.
Salah satu penyebab lepasnya Sipadan dan Ligitan adalah kurangnya ketersediaan mata uang Rupiah di pulau tersebut sehingga masyarakat setempat bertransaksi menggunakan mata uang asing. Artinya, waktu itu Rupiah tidak berdaulat di dua pulau itu, di samping adanya kegiatan konservasi oleh warga Malaysia di sana yang menjadi landasan keputusan Mahkamah Internasional di Denhaag, Belanda.
Kini instrumen untuk ketersediaan mata uang rupiah secara merata di wilayah NRKI telah tersedia dan telah serta akan terus ada. Kalau ketersediaan rupiah telah memadai, maka selanjutnya yang perlu dipacu adalah tumbuhnya geliat ekonomi di wilayah-wilayah kepulauan yang selama ini terisolasi dan terluar.
Dengan ketersediaan infrastruktur yang terus dibangun pemerintah di wilayah-wilayah itu, tampaknya yang perlu menjadi pemahaman bagi masyarakat adalah perubahan penilaian atau anggapan bahwa di wilayah pulau-pulau dan wilayah terpencil tak ada rupiah. Dengan demikian, ke depan tidak perlu ada keraguan bagi warga yang ingin bermigrasi ke wilayah terpencil untuk membuka usaha atau membuka lembaran hidup baru.
Bagi warga yang telah mendiami wilayah-wilayah terpencil dan terluar dengan keterbatasan rupiah dan infrastruktur tampaknya perlu yakin bahwa masa depan akan lebih baik karena pemerintah bersama DPR tidak tinggal diam. Daya serta upaya yang telah dan akan dilakukan itu agar warga dan wilayah perbatasan “tidak ke lain hati”. (Sri Muryono)