Sebaliknya, semua kemampuan propaganda dengan uang banyak dan kontrol media dan media sosial, penguasalah yang mampu. Selain itu, investigasi The Guardian “I felt disgusted: inside Indonesia’s fake Twitter account factories”, 22 Jul 2018, menunjukkan bahwa produksi “Fakenews” dan Hoax dilakukan konsultan media kubu Jokowi. Terakhir Facebook sendiri membongkar Abu Janda adalah seorang Seracen. (Seracen dalam isu Hoax dianggap yang bertanggung jawab selama ini).
Merujuk pada Ratna Sarumpaet, timses Prabowo, yang selalu di “repetitive” (diulang-ulang) Jokowi setiap kesempatan menuduh kubu Prabowo, tentunya mungkin saja diproduksi kubu Prabowo. Tapi, Ratna sudah mengakui bahwa dia sendiri membohongi Prabowo dan lalu meminta maaf. Motif Ratna sendiri merugikan Prabowo dan kebenarannya hanya akan diketahui di pengadilan: benarkan Kebohongan Ratna atas order (timses) Prabowo?
Tanpa bukti pengadilan, belum ada bukti kuat Prabowo dan pendukungnya memproduksi berita palsu (Fakenews atau Hoax). Sedangkan pada statement Prabowo lainnya, misalnya, seperti kebocoran anggaran, sudah dibenarkan Wakil Presiden benar adanya, meskipun berbeda besaran jumlah. Banyak statemen Prabowo dan semuanya mempunyai bukti bukan Hoax atau Fakenews.
Penutup
Politik beradab bukanlah tanggung jawab utama kaum oposisi. Melainkan tanggung jawab negara, dalam hal ini pemerintah. Untuk itu Jokowi perlu memperjelas posisi dirinya pada setiap tampil di masyarakat apakah sebagai Capres atau sebagai Presiden. Hal ini penting untuk mengevaluasi pernyataannya sebagai propaganda untuk elektabilitas atau pemerintah yang bertanggung jawab pada semua rakyat, tanpa kecuali.
Jika itupun tidak bisa dijelaskan pada rakyat, misalnya: apakah dia sedang mengggunakan uang negara untuk pergi ke Garut baru-baru ini mencukur rambut dan beli sabun cuci piring? Atau sebagian uang negara mix dengan uang timses, tanpa rakyat tahu, apalagi minta soal isu pemilu beradab, bagaimana rakyat tahu?
Besarnya musibah bagi bangsa Amerika akibat keterbelahan mereka antara kaum Demokrat vs Republik, juga kita alami saat ini antara pro Jokowi vs. Pro Prabowo. Tetap sebagai sebuah bangsa, yang pendidikan rakyat masih rendah, kita berharap pemimpin bangsa lebih baik mengutamakan politik beradab, sesuai azas Musyawarah Mufakat.
