“Kita tidak boleh merusak demokrasi dengan kesombongan dan keserakahan. Kita harus menjaga dan menjalankan demokrasi dengan kebijaksanaan. Hilangkan kepentingan individu dan kelompok tertentu karena itu awal rusaknya kita sebagai saudara dan hidup sebagai sebuah bangsa dan negara”
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia. Hadir sebagai raksasa Asia yang memiliki berbagai kekayaaan yang di minati semua negara di dunia.
Sebagai negara berkembang, bangsa ini tidak surut dari polemik kebangsaan. Berbagai meomentum dari masa Orde Lama, Orde Baru hingga reformasi terus bermunculan. Dinamika inilah yang seharudnya menjadikan Indonesia semakin mapan dan maju sebagai raksasa Asia.
Secara historis Indonesia terlahir bukan atas pemberian penjajah layaknya Malaysia. Indonesia lahir dari rahim darah para syuhada dan negarawan sejati yang sadar akan perannya untuk membebaskan diri dari imprealisme dan kapitalisme. Narasi sejarah itulah yang patut diteladani dan dipelajari oleh para generasinya.
Dengan penduduk yang mayoritas menganut agama Islam, Indonesia tidak terlepas dari dusta dan penghianatan. Banyaknya permasalahan bangsa ini yang disangkutpautkan dengan perilaku para politisi muslim seperti korupsi, terorisme, kekusaan, kemiskinan, pengangguran, keadilan, kesenjangan sosial, pendidikan dan lain-lain, yang dahulu hingga saat ini tak kunjung terselesaikan. Inilah tanggung jawab kita semua. Bukan menyudutkan Islam sebagai akar masalah, karena bukti sejarah Islam hadir sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagi permasalahan walaupun realitasnya Islam selalu dirusak oleh perilaku adu domba pihak tertentu dan umatnya yang lalai
“Jika perilaku politisi muslim itu khianat dan rakus, maka jangan salahkan Islam, karena itu perilakunya sendiri sebagi manusia, bukan Islam sebagai ajaran dan panutan”
Islam sebagai agama tidak lantas terpisahkan dari negara. Islam mengajarkan pada umatnya untuk berbangsa dan bernegara, menjaga dan merawat perbedaan, memajukan dan menyejahterakan kehidupan masyarakat.
Kehadiran Islam.di Indonesia menjadi solusi kemajuan bangsa dan negara. Adapun para perilaku politisi muslim yang berkhianat terhadap amanat rakyat dan merusak tatanan bernegara bukanlah ajaran Islam, karena Islam.mengajarkan untuk memaslahatkan umat. Mengemban amanat bukan untuk merusak dan mengkhianatinya.
Islam bukanlah agama yang cinta kekerasaan seperti yg diisukan. Islam adalah agama perdamaian yang dahulu hingga saat ini tak pernah berubah ajarannya sebagai panutan kehidupan manusia.
Seiring dengan perkembangan ideologi dunia, Islam di Indonesia mengalami berbagai rintangan yang cukup berat dalam dinamika berdemokrasi. Kita mengetahui bahwa demokrasi secara hakikat bukanlah kekuasaan semata, yang pekerjaannya hanya meraih, dan meruntuhkan kekuasaan. Sungguh kerdil dan tidak bijak jika masih ada yang berperilaku demikian.
Tetapi realitasnya kita menghadapi hal tersebut tatkala pemilihan umum (pemilu), dimana banyak kelompok berbondong-bondong saling serang menyerang, tuduh menuduh dengan isu-isu buruk karena berdalih atas nama kebenaran dan demokrasi. Inilah potret modernisasi demokrasi yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan, yang merusak moral dan hukum yang berlaku. Meretakkan persatuan dan kesatuan bangsa. secara etika dan estetika. Hal diatas bukanlah pendidikan politik yang baik dan teladan bagi masyarakat.
Islam dan demokrasi di Indonesia telah menjadi perbincangan semua kalangan masyarakat. Banyaknya permasalahan agama dan demokrasi yang muncul bersamaan menjadikan masyarakat memahami sesungguhnya kerusakan demokrasi Indonesia bukanlah karena agama tetapi diakibatkan kerakusan, kesombongan individu, ataupun kelompok tertentu yang melupakan tata krama, sopan santun berdemokrasi.
Islam bangkit menyatukan kekuatan dengan nurani bukan emosi. Islam bersatu dalam shaf salat bukan karena kiai tapi karena iman yang tinggi. Suara jutaan umat bukanlah suara kebencian dan pertentangan tapi suara perlawanan menuntut keadilan. Berdiri dan bergerak bersama untuk menjaga bangsa dan negara dari kebinasaan dan ketidak percayaan umatnya.
“Kita tidak boleh merusak demokrasi dengan kesombongan dan keserakahan. Kita harus menjaga dan menjalankan demokrasi dengan kebijaksanaan. Hilangkan kepentingan individu dan kelompok tertentu, karena itu awal rusaknya kita sebagai saudara dan hidup sebagai sebuah bangsa dan negara”
Dalam UUD 1945 yang dikenal sebagai konsitusi negara, hukum tertinggi negara menegaskan bahwa setiap warga negara di jamin haknya oleh negara baik secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya tanpa melihat golongan, ras, budaya, ataupun agama tertentu. Dengan demikian, setiap warga negara memiliki hak berdemokrasi (mencalonkan ataupun memilih pemimpin) sesuai agamanya, budayanya, maupun rasnya.
Saya bangga sebagai muslim, sebagai warga Indonesia, mencintai pilar kebangsaan sebagai sebuah nilai yang manusiawi dan sebagai pedoman negarawan sejati.(*)
Penulis adalah Vice President AMSA (Asian Muslim Students Association)