Pendidikan sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan pemahaman seorang anak dalam rangka menyongsong masa depan. Hal ini ditunjang dengan hadirnya berbagai lembaga pendidikan dengan memberikan berbagai program unggulan, baik yang berbasis keagamaan maupun teknologi. Mereka memberikan presentasi akan rencana masa depan anak didiknya, akan menjadi apa mereka di masa depan. Hanya ada kata “luar biasa” terhadap fenomena ini di masyarakat.
Sejenak kita menoleh kepada pendidikan mental dan spiritual anak didik di masa sekarang, terutama pendidikan agama Islam dalam lembaga pendidikan. Bagi anak-anak di daerah yang untuk menempuh pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menegah Umum (SMU/SMK) pendidikan keagamaan Islam sangat minim mereka dapatkan dibangku formal. Kurikulum agama Islam menjadi sebagai “materi tambahan” dalam kurikulum pendidikan 2013.
Dalam kurikulum baru 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, Pendidikan Agam Islam di sekolah dasar dan sekolah menengah digabung dengan Pendidikan Budi Pekerti, sehingga namanya menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti ini diajarkan selama 4 jam pelajaran per minggu di jenjang sekolah dasar dan 3 jam pelajaran per minggu di jenjang sekolah menengah. Dari perubahan nama Pendidikan Agama Islam menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tersebut dapat kita lihat bahwa ada semacam penyempitan makna agama Islam dalam kurikulum baru 2013. Jika dikaji lebih dalam tentang ruang lingkup yang sebenarnya dari agama islam, maka akan semakin nampak penyempitan makna agama Islam tersebut.
Dalam sebuah peribahasa dikatakan “Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh” yang dimaksud dalam ilmu adalah pengetahuan umum. Bagaimana kita akan memberikan bekal kepada generasi mendatang akan dasar-dasar agama, pemahaman sejarah agama Islam, pengenalan terhadap para pejuang-pejuang Islam dengan porsi pendidikan Islam yang begitu minim.
Hadirnya lembaga pendidikan pondok pesantren modern “sedikit” memberikan angin segar untuk memberikan kadar pendidikan Islam dengan porsi yang lebih baik. Bagi masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi yang memadai bukanlah menjadi persoalan. Problematika utama adalah pada anak-anak dengan kondisi orang tua yang minim secara ekonomi. Untuk mencukupi kebutuhan utama hidup sudah mengalami kesulitan apalagi untuk menyekolahkan anaknya ke pesantren modern yang biayanya cukup mahal.
Apakah kondisi ini akan menjadi “rantai setan” yang tidak akan pernah putus sampai akhir jaman?
Peran para tokoh Islam, ulama dan pejabat sangat dibutuhkan untuk memperjuangkan dunia pendidikan Islam ini. Ketika pendidikan Islam terhambat maka akan terhambat pula regenerasi para ulama-ulama tersebut.
Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abdullah bin Amr al-Ash radhiyallahu’anhuma, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu itu secara tiba-tiba -dari dada manusia- akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan cara mewafatkan para ulama. Sampai-sampai apabila tidak tersisa lagi orang alim maka orang-orang pun mengangkat pemimpin-pemimpin dari kalangan orang yang bodoh. Mereka pun ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Mereka itu sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm [100] dan Muslim dalam Kitab al-’Ilm [2673])
Problematika pendidikan Islam ini adalah tanggung jawab seluruh umat Islam, tanpa harus saling menyalahkan antar sesama muslim.
Semoga Allah memberikan kekuatan dan kemuliaan kepada para pejuang Agama Islam.