JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan retakan baru ditemukan di badan Gunung Anak Krakatau setelah gunung mengalami penyusutan dari sebelumnya 338 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi hanya 110 mdpl.
“Pantauan terbaru lewat udara, gunung sudah landai, asap mengepul dari bawah air laut. Tapi di badan gunung yang tersisa di permukaan, ada celah yang mengepul terus mengeluarkan asap, celah itu pastinya dalam, bukan celah biasa,” kata Kepala BMKG Dwikorita di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1).
Dwikorita mengatakan, terdapat dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.
“Diduga retakan terjadi lantaran adanya getaran tinggi yang muncul saat gunung erupsi,” ujarnya.
Baca juga:Â BMKG Jelaskan Kronologi Tsunami Selat Sunda
Pihaknya mengkhawatirkan adanya retakan tersebut, karena kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau saat terdapat jurang di sisi barat hingga selatan.
“Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai. Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong, dan bisa roboh (longsor),” ujarnya.
Bagian badan gunung yang diduga akan longsor karena retakan tersebut, bervolume 67 juta kubik dengan panjang sekitar 1 kilometer.
Volume tersebut lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami pada 22 Desember 2018 lalu sekitar 90 juta kibik volume longsoran.
“Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai,” katanya.
Untuk memantau adanya tsunami yang disebabkan oleh Gunung Anak Krakatau, BMKG sudah memasang alat berupa sensor pemantau gelombang dan iklim.
Sensor tersebut dipasang di pulau Sebesi yang jaraknya cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.
Dwikorita menyebut, nantinya alat tersebut akan bekerja memantau pergerakan gelombang dan cuaca yang disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau. Jika ada gelombang mengalami fluktuasi yang tinggi, katanya, maka sensor akan mengirim sinyal ke pusat data yang terhubung.
“Secara pararel akan mengabarkan BMKG Jakarta, BPBD, dan Polda, akan diketahui lebih cepat jika ada gelombang tinggi seperti tsunami, jadi ada peringatan dini lebih cepat untuk masyarakat,” pungkasnya. (SU05)
Tuhan punya kuasa