Para pendiri bangsa kita juga meyakini hal di atas, sehingga mereka tidak mencantumkan harus orang Jawa sebagai syarat Presiden. Mereka malah mencantumkan kata Pribumi atau Indonesia Asli sebagai gantinya.
Dengan demikian, kita melihat bahwa bukan orang Jawa, seperti Professor Habibie, akhirnya pernah menjadi presiden di Indonesia.
Pertanyaan kita tentang mengapa Prabowo masih mengangkat isu presiden harus orang Jawa masih membutuhkan jawaban. Apalagi di acara sakral partainya, sebuah partai besar. Bukankah Prabowo adalah mantan tentara yang keindonesiannya seharusnya 100%?
Perhatian kita selanjutnya, atau yang kedua, adalah pernyataan Prabowo tersebut disampaikan dihadapan Anies Baswedan. Anies Baswedan, meski belum pernah di survey sebagai calon Presiden, namun potensinya menghadapi Jokowi sudah dirasakan kaum oposisi dan masyarakat luas.
Prabowo dalam konteks ini bisa dimaknai ingin membatasi ruang gerak Anies Baswedan, agar tidak masuk ke gelanggang yang hanya boleh dimiliki orang Jawa, calon presiden.
Sebagai politisi, sikap Prabowo tentunya dapat dimaklumi. Prabowo tidak ingin (merasa) dikhianati Anies Baswedan, sebagaimana pernah dipersepsikan publik dia mengalaminya di masa sebelumnya, ketika mendukung Jokowi dan Ahok. Namun, sebagai negarawan dan cucu pendiri republik ini, Prabowo kurang sensitif mengulas lagi soal Jawa vs non Jawa yang sudah selesai di masa lalu.
Anies, Pribumi dan Keadilan Sosial
Kehadiran Anies dalam pentas politik nasional semakin nyata. Hal ini karena Anies menghadirkan isu pribumi dan keadilan sosial.
Isu pribumi, meskipun secara formal mengalami restriksi, namun secara faktual sangat nyata dan membesar saat ini. Bangsa Indonesia mengalami marginalisasi secara sistematis, baik oleh oligarki bukan pribumi maupun asing. Prabowo menyinggungnya dalam pidato ulang tahun Gerindra kemarin lalu.