MENU

Legislator: Dana Kampanye Harus Dikelola Transparan-Akuntabel

JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Dana kampanye yang digunakan harus dikelola secara transparan dan akuntabel sesuai dengan UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kata seorang anggota DPR RI.

Anggota Komisi II DPR RI Hetifah Sjaifudian dalam keterangan tertulisnya, Ahad (11/2) mengatakan UU Pilkada meminta pasangan calon menggunakan dana kampanye secara transparan dan akuntabel serta sesuai dengan standar akuntansi keuangan.

Politisi Partai Golkar itu juga mengingatkan bahwa penggunaan serta pembatasan dana dalam acara-acara kampanye sudah diatur oleh regulasi yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ia mencontohkan untuk kampanye dalam bentuk rapat umum, penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah peserta dikali frekuensi kegiatan, kemudian dikali standar biaya daerah.

Selain itu, ujar dia, apabila paslon menggunakan jasa konsultan, ini juga sudah diatur pembatasan biayanya.

“Pembatasan penggunaan dana kampanye ditetapkan oleh KPUD Provinsi dan kabupaten/kota dengan berkoordinasi dengan parpol pengusung paslon. Kalau ketentuan ini dilanggar, sanksinya bisa pembatalan sebagai calon,” papar Hetifah.

Dia juga mengingatkan pasangan calon untuk dapat melakukan pembukuan dana kampanye sejak awal masa kampanye agar lebih mudah dalam melaporkan dana kampanye yang akan diaudit oleh KPU.

Sebelumya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti persoalan pendanaan sumbangan kampanye pemilu yang dinilai berpotensi menimbulkan korupsi politik, yang tidak jauh berbeda antara Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif.

Siaran pers ICW menyatakan, dalam hal pendanaan kampanye, problem regulasinya serupa, seperti dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ketentuan tentang batasan maksimum untuk calon presiden juga ternyata meningkat secara drastis.

Sumbangan perorangan maksimum meningkat menjadi sebesar Rp2,5 milyar dari sebelumnya Rp1 milyar, dan sumbangan badan usaha menjadi Rp25 milyar dari sebelumnya Rp5 milyar.

ICW menyayangkan bahwa tidak ada argumentasi kuat dalam risalah pembahasan UU Pemilu yang mendasari kenaikan dalam jumlah yang besar tersebut. Sama seperti yang terjadi dalam pilkada, di mana batasan sumbangan juga mengalami kenaikan.

LSM antikorupsi itu berpendapat bahwa naiknya batas sumbangan akan semakin mempermudah pemodal dan pemburu rente untuk masuk mendanai dan mengikat kandidat. (Ant/SU02)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER